Abstract:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memberi
batasan umur perkawinan yaitu 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi
perempuan. Apabila ada pihak yang belum memenuhi batas umur yang telah
ditentukan oleh undang-undang perkawinan, maka diperlukan dispensasi dari
pengadilan/pejabat lain yang ditunjuk. Mahkamah Syar’iyah Provinsi NAD
sebagai salah satu lembaga peradilan yang mempunyai wewenang dalam
memberikan dispensasi usia perkawinan. Dalam hal ini sudah tentu sebagai
pelaksana kekuasaan kehakiman, hakim sebagai aktor utama dalam lembaga
peradilan berperan dalam menemukan hukum kemudian membentuknya menjadi
sebuah penetapan berupa dispensasi usia perkawinan anak dibawah umur
sebagaimana yang terjadi Mahkamah Syar’iyah Bener Meriah Provinsi NAD.
penelitian ini bermaksud untuk mengetahui tentang hukum acara yang berlaku di
Mahkamah Syar’iyah Provinsi NAD, kemudian dasar pertimbangan hakim dalam
mengabulkan permohonan perkawinan anak dibawah umur serta untuk
mengetahui apakah ada kendala bagi hakim dalam mengabulkan permohonan
perkawinan anak di bawah umur.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum empiris yang
bersumber dari data primer dengan melakukan wawancara dengan Hakim di
Mahkamah Syar’iyah Bener Meriah Provinsi NAD dan data sekunder dengan
mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa pengaturan hukum acara
yang berlaku di Mahkamah Syar’iyah Provinsi NAD adalah hukum acara yang
diberlakukan di Pengadilan Agama yakni ketentuan HIR dan Rbg sabagai hukum
umum. Sebagaimana yang diberlakukan di Pengadilan Negeri sepanjang tidak
diatur secara khusus dalam undang-undang peradilan agama. Kemudian yang
menjadi dasar hakim dalam mengabulkan permohonan perkawinan anak dibawah
umur yaitu berdasarkan pada surat penetapan Nomor 004/Pdt.P/2015/MS-STR
melihat dari fakta-fakta yang terungkap bahwa calon mempelai wanita yang
menjadi pihak pemohon telah melakukan layaknya hubungan suami isteri dengan
pasangannya maka hakim mempertimbangkan untuk memberikan dispensasi usia
perkawinan. kemudian kendala yuridis yang dihadapi oleh hakim dalam
menyelesaikan perkara perkawinan anak dibawah umur ini tidak ada. karena
hakim merasa peraturan perundang-undangan dan Hukum Islam sudah cukup
untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam menyelesaikan perkara perkawinan
anak dibawah umur.