Abstract:
Sebagaimana diketahui kejahatan narkotika sudah sedemikian rupa sehingga perlu pengaturan yang sangat ketat bahkan cendrung sangat keras. Perumusan ketentuan pidana yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana narkotika dan prokursor narkotika telah dirumuskan sedemikian rupa dengan harapan akan efektif serta mencapai tujuan yang dikehendaki, oleh karena itu penerapan ketentuan pidana undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika haruslah pula dilakukan secara ekstra hati-hati. Pemahaman yang benar atas setiap ketentuan pidana yang telah dirumuskan akan menghindari kesalahan dalam praktik. Setidaknya ada dua hal pokok yang dapat ditemukan dari rumusan pidana dalam undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu adanya semangat memberantas peredaran tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika serta perlindungan terhadap pengguna narkotika. Konsekuensi kedua adalah peredaran tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika diberikan sanksi keras, sedangkan pengguna narkotika terutama pecandu narkotika ataupun korban penyalahgunaan narkotika didorong memperoleh perawatan melalui rehabilitasi. Sehingga kasus pecandu narkotika maupun korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pemberantasan peredaran narkotika dikemukakan antara lain dalam ketentuan pasal 111 sampai dengan pasal 126, sedangkan dengan penyalah guna narkotika antara lain dikemukakan dalam pasal 127 dan pasal 128, oleh karena itu perlu mendapat perhatian bahwa ketentuan seperti pasal 111 sampai dengan pasal 126 UU Nomor 35 Tahun 2009, hanya dapat dikenakan kepada seorang dalam kerangka “peredaran” baik dalam perdagangan bukan perdagangan maupun pemindahtangan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengembangan dan tehnologi (pasal 35), sehingga tidak boleh begitu saja secara serampangan misalnya seorang penyalahguna narkotika diajukan kepersidangan dan dikenakan ketentuan-ketentuan tersebut.