Abstract:
Seorang mempelai wanita yang belum punya marga pada adat Mandailing,
maka salah satu acara penting ialah pemberian marga kepada mempelai wanita.
Alasan pemberian marga yaitu untuk menjelaskan keturunan, perkawinan
antaretnik, pengabdian dan jasa, serta penghormatan ataupun penghargaan.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana sistem perkawinan dalam adat
Mandailing, bagaimana pemberian marga dalam perkawinan adat Mandailing,
bagaimana akibat pemberian marga dalam perkawinan adat Mandailing.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis yang mengarah kepada
penelitian yuridis empiris. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
penelitian di Lembaga Adat Budaya Mandailing (LABM) Cabang Padang Bulan.
Alat pengumpul data adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa sistem perkawinan dalam
adat Mandailing adalah perkawinan manjujur, dimana pihak laki-laki
berkewajiban memberi sesuatu yang berharga berupa barang atau uang kepada
pihak perempuan. Apabila salah satu mempelai tidak memiliki marga, maka
mereka akan diberikan marga. Apabila pihak perempuan yang tidak memiliki
marga, maka diberikan marga sesuai dengan marga ibu dari pihak laki-laki.
Upacara pemberian marga pada pihak mempelai yang tidak bermarga bervariasi
yaitu apabila upacara besar yang dilakukan tetap harus memotong seekor kerbau
dan apabila upacara kecil yang dilakukan, mempelai diperbolehkan memberikan
ulos dan amplop sebagai gantinya. Pemberian marga dalam perkawinan adat
Mandailing yaitu dari pihak paman dari laki-laki member/menjual marga atas izin
dari raja panu sunan bulung dan dibayar dengan 1 (satu) ekor kerbau dari pihak
perempuan yang akan diberi marga. Jadi intinya adalah membeli marga adalah
dengan 1 (satu) ekor kerbau atau sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah
pihak. Akibat pemberian marga dalam perkawinan adat Mandailing adalah
pembayaran uang jujur mengakibatkan akibat hukum terhadap suami dan istri,
yang mana istri diwajibkan masuk ke klan suaminya, kelahiran keturunan laki-laki
dapat meneruskan marga, sehingga marga tidak terputus di garis keturunan
perempuan karena marga diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilineal). Dalam
perkawinan adat Mandailing tetap mengenal dua macam harta perkawinan, yaitu
harta bawaan (yang diperoleh sebelum perkawinan berlangsung) dan harta
bersama (yang diperoleh setelah perkawinan berlangsung).