Abstract:
Penegakan hukum terhadap penyalahguna narkotika pada umumnya
dilakukan oleh aparat kepolisian. Melalui penyidiknya, polisi akan melakukan
serangkaian penyidikan dan penyitaan barang bukti yang terkait dengan tindak
pidana narkotika. Pada kasus tertentu, barang bukti yang didapatkan yaitu berupa
mobil milik pihak ketiga yang tidak mempunyai hubungan dalam tindak pidana
narkotika tersebut. Berdasarkan Pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika barang bukti berupa apapun dinyatakan dirampas
untuk negara. Ketentuan tersebut akan merugikan pihak ketiga sebagai pemilik
sah atas barang bukti tersebut.
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum tentang
status kepemilikan mobil sebagai barang bukti dalam kasus tindak pidana
narkotika, untuk mengetahui prosedur dalam memperoleh kembali mobil sebagai
barang bukti dalam kasus tindak pidana narkotika, dan mengetahui kendala dan
hambatan pemilik mobil untuk memperoleh mobil sebagai barang bukti dalam
kasus tindak pidana narkotika. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis
normatif dengan pendekatan empiris. Sumber data penelitian ini berasal dari data
primer dan sekunder. Alat pengumpul data dilakukan dengan melakukan
wawancara dan studi dokumentasi atau studi kepustakaan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan beberapa
kesimpulan yaitu, Pengaturan hukum tentang status kepemilikan mobil sebagai
barang bukti dalam kasus tindak pidana narkotika sudah diatur dalam Pasal 46
KUHAP yang menjelaskan bahwa benda yang disita setelah perkaranya diputus
dikembalikan kepada orang yang mereka disebut dalam putusan tersebut,
kemudian diatur dalam Pasal 101 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, bahwa status kepemilikan mobil sebagai barang bukti dalam tindak
pidana narkotika dirampas untuk negara. Prosedur dalam memperoleh kembali
mobil sebagai barang bukti dalam kasus tindak pidana narkotika terdiri dari 3
(tiga) prosedur, yang pertama apabila status barang bukti disimpulkan tidak
mempunyai hubungan dengan tindak pidana maka penyidik segera
mengembalikan barang bukti tersebut kepada orang yang paling berhak atas
barang bukti tersebut, yang kedua pemilik dapat melakukan mengajukan
permohonan peminjaman pakai barang bukti kepada kepala penyidik, dan yang
ketiga, mengajukan intervensi sebelum perkara diputus agar hakim dalam
putusannya tidak merampas barang bukti tersebut untuk negara. Kendala dan
hambatan pemilik mobil untuk memperoleh mobil sebagai barang bukti dalam
kasus tindak pidana narkotika antara lain: pihak kepolisian mengalami kesulitan
mengembalikan mobil atau kendaraan bermotor tersebut dikarenakan masyarakat
yang ingin mengambil kendaraan mereka tidak membawa fotocopy BPKB.