Abstract:
Tindak pidana adalah perbuatan yang tertulis didalam KUHP dinyatakan
dilarang yang disertai dengan ancaman pidana pada barang siapa yang melanggar.
Turut serta melakukan kejahatan yang diatur dalam pasal 55 KUHP. Ajaran turut
serta melakukan atau “perbuatan bersama-sama” menunjuk kepada perbuatan
bersama beberapa orang yang setiap orangnya memenuhi seluruh rumusan delik,
sedangkan turut serta melakukan tindak pidana hanya mensyaratkan bahwa
pemenuhan rumusan delik dapat dilakukan sebagian oleh pelaku dan sebagian lagi
oleh pelaku turut serta sehingga tercipta delik yang sempurna, bahkan dalam
keadaan tertentu beberapa pelaku turut serta tidak melakukan tindak pidana secara
langsung atau hanya mempermudah terlaksananya tindak pidana. Tujuan
penelitian ini untuk mengkaji pengaturan turut serta dalam tindak pidana korupsi
dibidang investasi, bentuk turut serta tindak pidana korupsi, serta mengkaji
bagaimana penjatuhan hukum yang tetap oleh hakim terhadap turut serta tindak
pidana korupsi dibidang investasi melalui pendekatan pidana dan sosiologis.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum bersifat deskriptif
analitis dengan pendekatan yuridis normatif yang diambil dari data sekunder
dengan melakukan studi kepustakaan dengan mengolah data dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Tujuan penelitian untuk
mengetahui pengaturan hukum, bentuk turut serta, dan analisis putusan nomor:
70/Pid.Sus/2012/PN.SBY.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa pengaturan hukum mengenai
turut serta tindak pidana korupsi dibidang investasi yang masih terjadi perbuatan
tindak pidana. UU No. 20 Tahun 2001, dalam putusan ini mengangkat kasus yang
dilakukan oleh PNS yang berperan sebagai penyerta didalam pasal 55 KUHP yang
mengatur tentang orang yang melakukan peristiwa pidana. Korupsi yang
dilakukan terhadap dana investasi daerah adalah bentuk korupsi yang dilakukan
oleh pejabat didaerah Kediri, terjadinya korupsi didalam pemerintahan daerah
membuktikan bahwa korupsi sudah semangkit rumit diatasi. Penyelewengan yang
dilakukan pejabat fungsional yaitu bendahara daerah dan bendahara pembantu
daerah tidak sejalan dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006, pasal 192 tentang
tanggungjawab seorang bendahara dan bendahara pembantu daerah untuk
menyetor seluruh uang yang diterimanya ke rekening kas umum daerah.
Seharusnya investasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah bisa bermanfaat
kepada rakyat tetapi malah dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.