Abstract:
Penelitian ini membahas salah satu kasus hukum acara pidana tentang
peranan autopsi pada pembuktian pembunuhan berencana dalam tahap penyidikan
(studi di Polrestabes Medan). Penuntasan pembunuhan berencana ini harus
dilakukannya upaya penyelidikan dan penyidikan oleh para penegak hukum.
Penyidik dalam megungkap pembunuhan membutuhkan bantuan dari ahli dalam
bidang Ilmu Kedokteran Forensik untuk menangani masalah mengenai kejahatan
atas tubuh seperti melakukan autopsi. Autopsi sebagai upaya pembuktian dalam
delik pembunuhan, berfungsi untuk membuktikan bahwa di dalam praktek
peradilan dan upaya pembuktian perkara pidana, Tujuan dilakukannya penelitian
ini adalah untuk mengetahui peranan autopsi pada pembuktian pembunuhan
berencana dalam tahap penyidikan. Untuk mengetahui tata cara proses autopsi
pada pembuktian pembunuhan berencana dalam tahap penyidikan. Untuk
mengetahui hambatan dilakukannya autopsi pada pembuktian pembunuhan
berencana dalam tahap penyidikan.
Penelitian ini bersifat deskriftif dengan pendekatan yuridis empiris yang
menggunakan data primer dan didukung oleh data sekunder berupa bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Bedasarkan hasil penelitian dapat dipahami bahwa peranan autopsi pada
pembuktian pembunuhan berencana dalam tahap penyidikan adalah untuk
mengetahui umur, ada tidaknya penganiayaan, menentukan kepastian seorang
yang meninggal, menentukan identitas korban, memperkirakan saat kematian,
menentukan sebab kematian dan menentukan atau memperkirakan cara kematian.
Tata cara proses autopsi pada pembuktian pembunuhan berencana dalam tahap
penyidikan adalah pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Hambatan
dilakukannya autopsi pada pembuktian pembunuhan berencana dalam tahap
penyidikan adalah jauhnya rumah sakit dan terbatasnya tenaga kedokteran
kehakiman, keadaan mayat sudah membusuk, kurangnya koordinasi antara
penyidik dengan dokter, dari pihak penyidik seperti keterlambatan permintaan
autopsy, dari pihak keluarga karena tidak mengijinkan dilakukannya autopsy, dari
pihak dokter karena butuh tempat untuk melaksanakan pemeriksaan lanjutan dan
untuk korban tindak pidana yang hidup, banyak korban yang menolak untuk
dilakukan visum et repertum oleh karena belum mengetahui manfaat dan
kegunaaannya.