Abstract:
Hubungan tindakan pembiusan dengan pidana disamakan dengan
kekerasan,seperti contoh Pasal 365 ayat (1) KUHP yang berbunyi: “ diancam
dengan pidana paling lama sembilan tahun. Pencurian yang di dahului diserati
atau di ikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang dengan
maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian,atau dalam hal
tertangkap tangan untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta
lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang di curi. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya tindak pidana malpraktik,
untuk mengetahui pengaturan hukum tindak pidana malpraktik menurut UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 dan KUHP, dan untuk mengetahui upaya
penanggulangan hukum tindak pidana pembiusan yang terjadi akibat malpraktik.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum bersumber dari data
primer dengan melakukan wawancara dan data sekunder. Alat pengumpul data
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan wawancara
dengan pihak Polda Sumut. Analisis data dalam penelitian ini yaitu data yang
terkumpul dari studi lapangan (field research) dan studi kepustakaan dikumpulkan
serta diurutkan kemudian diorganisasikan dalam satu pola, kategori, dan uraian
dasar. Sehingga dapat diambil pemecahan masalah, yang akan diuraikan dengan
menggunakan analisis kualitatif
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa faktor penyebab terjadinya
tindak pidana malpraktik, yaitu minimnya pengalaman tenaga medis
menyebabkan peluang terjadinya kesalahan tindakan medis (mal praktek) saat
memberikan tindakan kepada pasien seperti contohnya, kesalahan pemberian obat,
kesalahan prosedur/tindakan yang semestinya harus dilakukan. Pengaturan hukum
tindak pidana malpraktik menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 antara
lain: Melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi
ketentuan (Pasal 80 ayat 1), melakukan perbuatan dengan tujuan komersial dalam
pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau transfusi darah
(Pasal 80 ayat 3), tanpa keahlian dan kewenangan melakukan transplantasi organ
dan atau jaringan tubuh (Pasal 81 ayat 1 huruf a). Serta upaya penanggulangan
hukum tindak pidana pembiusan yang terjadi akibat malpraktik dapat dilakukan
melalui 2 cara yaitu penal dan non penal.