Abstract:
Perkembangan tindak pidana korupsi di Indonesia semakin meningkat baik
dari sisi kuantitas maupun dari sisi kualitas. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan
bila dikatakan bahwa korupsi di Indonesia bukan merupakan kejahatan biasa
(ordinary crime) melainkan sudah digolongkan sebagai kejahatan luar biasa
(extra-ordinary crime). Dewasa ini, khususnya di Indonesia korupsi yang terjadi
bukan hanya dalam bentuk pemberian uang ataupun hadiah, melainkan pemberian
layanan seksual kepada Pejabat Negara maupun Penyelenggara Negara lainnya.
Fenomena ini menjadi celah hukum bagi pelaku tindak pidana korupsi, terkhusus
dalam hal gratifikasi. Penelitian skripsi ini membahas tentang pemberian layanan
seksual adalah termasuk perbuatan gratifikasi dalam penjelasan frasa “Fasilitas
Lainnya” seperti yang diataur pada pasal 12B UUPTPK.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan
pendekatan yuridis normatif yang diambil dari data primer berupa Undangundang dan data sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Yang dimana penelitian ini bersifat
deskriptif analisis.
Berdasarkan hasil penelitian ini dipahami bahwa pemberian hadiah atau
gratifikasi berupa pelayanan seksual dapat dikualifikasikan ke dalam pasal 12B
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Ditinjau dari tujuan dibuatnya Undang-Undang tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi ini. Penelitian ini menunjukkan bahwa perbuatan pemberian
layanan seksual termasuk ke dalam tindak pidana korupsi baik si pemberi maupun
si penerima dapat dijerat dengan UUPTPK, sepanjang memenuhi unsur-unsur
yang terdapat di dalam Undang-Undang tersebut.