Abstract:
Li’an adalah salah satu bentuk perceraian dalam hukum Islam.
Konsekuensi dari li’an adalah suami-istri bercerai untuk selamanya, dan apabila
suami tidak mengakui bahwa anak yang dikandung istrinya adalah anak
kandungnya, maka anak tersebut dinasabkan kepada ibunya, serta si anak li’an
tersebut tidak mendapatkan nafkah dari ayahnya tersebut. Berdasarakan ketentuan
tersebut, maka hak-hak nasab, nafkah, pendidikan, dan lain-lain anak li’an
tersebut menjadi hilang, yang tentu saja merugikan si anak li’an tersebut. Dalam
kondisi tersebut seharusnya Negara hadir untuk melindungi hak-hak anak li’an
itu.
Penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, serta jenis penelitian ini
adalah penelitian yuridis normatif. Sumber data penelitian yang dipergunakan
adalah bersumber dari data sekunder. Alat yang dipergunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu dilakukan dengan cara studi
pustaka (library research). Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kedudukan anak li’an
menurut Kompilasi Hukum Islam sesuai dengan Pasal 162 bahwa anak lian
dinasabkan kepada ibunya, karena anak tersebut telah diiingkari oleh suami
ibunya sebagai anak kandungnya, sehingga anak tersebut tidak memiliki
hubungan apapun dengan suami ibunya tersebut. Bahwa akibat hukum terhadap
pengingkaran anak (li’an) oleh ayahnya adalah si anak tidak dinasabkan kepada
ayahnya serta hak-hak anak misalnya nafkah, pendidikan, kesehatan tidak lagi
menjadi kewajiban si ayah tersebut. Kewajiban-kewajiban ayah tersebut
berpindah kepada ibunya. Bahwa solusi pemberian hak-hak anak li’an oleh
Negara yaitu melalui perubahan-perubahan regulasi dan melibatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, misalnya adanya tes DNA untuk menemukan tentang
asal-usul anak li’an tersebut. Apabila tes DNA membuktikan si anak memiliki
kesamaan genetika dengan ayah yang mengingkarinya, maka hak-hak perdata
anak seharusnya dapat dipulihkan.