dc.description.abstract |
Tindak pidana penggelapan sering kali terjadi di berbagai perusahaan atau
instansi pemerintahan yang berkaitan dengan uang dan barang. Seperti dalam
Putusan No.614/Pid.B/2014/PN.Bdg, Hakim memutuskan bahwa terdakwa
dihukum 4 (empat) bulan penjara namun tak usah menjalani masa hukuman dan
ditambah dengan hukuman percobaan selama 10 bulan. Putusan itu dianggap tidak
mewakili keadilan hukum, karena perbuatan terdakwa terbukti telah merugikan
perusahaan. Padahal dalam KUHPidana Pasal 372 sampai dengan 376 pelaku
tindak pidana penggelapan dapat dipenjara selama-lamanya 4 tahun. Tentu saja
putusan hakim tersebut patut dipertanyakan pertimbangan hukumnya.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif.
Sumber data penelitian berasal dari studi pustaka (library research). Data
penelitian ini kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif.\
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa Bentuk tindak pidana yang
dilakukan oleh karyawan dealer PT. Wahana Artha Group tergolong dalam
penggelapan dalam jabatan dengan pemberatan. Faktor yang menyebabkan lebih
berat dari bentuk pokoknya, disandarkan pada lebih besarnya kepercayaan yang
diberikan pada orang yang menguasai benda yang digelapkan. Bahwa Bentuk
pertanggungjawaban terhadap putusan bersyarat dalam kasus tindak pidana
penggelapan yaitu berdasarkan Pasal 374, bahwa penggelapan dilakukan oleh
orang yang memegang barang itu berhubung dengan pekerjaannya atau
jabatannya atau karena ia mendapat upah uang, dihukum penjara selama-lamanya
4 tahun. Bahwa dalam penjatuhan hukuman dalam Putusan Nomor
614/Pid.B/2014/PN.Bdg., tidak memenuhi rasa keadilan di masyarakat karena
hanya menjatuhkan hukuman empat bulan penjara namun tak harus dijalankan
karena adanya hukuman percobaan. Apabila dikomparasikan dengan kasus
penggelapan yang lain, hakim memutuskan hukuman penjara minimal 4 bulan
penjara tanpa adanya putusan bersyarat |
en_US |