Abstract:
Tindakan pergelandangan dan pengemisan yang dapat dikualifikasikan sebagai
suatu tindak pidana yaitu jika tindakan tersebut dianggap sebagai pelanggaran
(overtredingen) di bidang ketertiban umum. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan
Pasal 504 dan 505 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sedangkan secara
khusus untuk penegakan hukum terhadap pengelandangan dan pengemisan di Kota
Medan juga diatur di dalam Pasal 5 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 6 Tahun 2003
Tentang Larangan Gelandangan dan Pegemisan Serta Praktek Susila di Kota Medan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk tindakan pengelandangan dan
pengemisan di tempat umum, untuk mengetahui penegakan hukum terhadap bentuk
pengelandangan dan pengemisan serta mengetahui kendala dan upaya dalam penegakan
hukum pengelandangan dan pengemisan yang dihadapi oleh Dinas Sosial Kota Medan.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis empiris yang diambil dari data primer
dengan melakukan wawancara di Dinas Sosial Kota Medan dan data sekunder dengan
mengelola data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier. Alat pengumpul data yaitu melalui wawancara dengan Bapak Lamo M.Tobing
Selaku Pelaksana Pengadministrasi Rehabilitasi Masalah Sosial/Kordinator URC dan
studi kepustakaan di Perpusatakaan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bentuk tindakan penggelandangan
dan pengemisan yang dilakukan di tempat umum yaitu berupa berkelompok atau
perorangan dengan cara apapun untuk mempengaruhi/ menimbulkan belas kasihan orang
lain. Bentuk penegakan hukum terhadap tindakan penggelandangan dan pengemisan di
Kota Medan belum efektif menggunakan ketentuan pidana pelanggaran ketertiban umum
sebagaimana diatur Pasal 504 dan Pasal 505 KUHP serta Pasal 5 ayat (1) Perda Kota
Medan Nomor 6 Tahun 2003 Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemisan Serta
Praktek Susila di Kota Medan. Adapun kendala Dinas Sosial Kota Medan dalam
melakukan penegakan hukum terhadap tindakan pengemis terdiri atas: struktur hukum
yang tumpang tindih, substansi hukum tentang sanksi penindakan yang tidak dijalankan
dan budaya hukum masyarakat yang masih rendah. sedangkan upaya-upaya yang telah
dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut antara lain: upaya represif berupa razia dan
pembinaan gelandangan/pengemis, upaya prefentif berupa pendataan dan sosialisasi taraf
kehidupan pada gelandangan/pengemis serta upaya rehabilitatif dengan memberi wadah
panti sosial.