| dc.description.abstract |
Menteri merangkap jabatan ketua partai politik dinilai berisiko terjadinya
konflik kepentingan. Menurutnya, jabatan yang dibiayai oleh negara harus
profesional. Tak boleh ada intervensi kepentingan terhadap jabatan menteri dari
pihak luar.Dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme mengamanatkan seorang
menteri selaku pejabat negara untuk menghindari konflik kepentingan dalam
melaksanakan tugasnya. Analisis yuridis terhadap praktik rangkap jabatan ini juga
perlu mempertimbangkan aspek konstitusional. Meskipun tidak ada larangan
eksplisit dalam UUD 1945, prinsip-prinsip seperti pemisahan kekuasaan dan checks
and balances perlu dipertimbangkan dalam mengevaluasi kesesuaian praktik ini
dengan semangat konstitusi.
Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaturan hukum rangkap
jabatan menteri negara dengan partai politik, mengetahui pertanggungjawaban
keuangan negara ketua partai politik yang merangkap sebagai menteri negara,
memahami akibat tentang menteri negaraa yang merangkap jabatan sebagai ketua
partai politik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah menggunakan
metode normatif.Metode ini sering digunakan dalam penelitian di bidang ilmu
hukum atau ilmu-ilmu lain yang terkait dengan norma-norma atau kaidah-kaidah
tertentu.
Hasil Penelitian ini ialah Praktik rangkap jabatan antara posisi menteri dalam
kabinet pemerintahan dan jabatan struktural di partai politik di Indonesia
menimbulkan berbagai persoalan serius dalam tata kelola pemerintahan yang baik.
Bantuan keuangan partai politik yang bersumber dari APBN/APBD merupakan
bentuk dukungan negara untuk memperkuat fungsi partai politik dalam demokrasi,
khususnya dalam bidang pendidikan politik. Di sisi lain, nilai bantuan yang masih
relatif kecil mendorong ketergantungan partai pada pendanaan non-negara yang
rawan konflik kepentingan dan korupsi. Dalam konteks pertanggungjawaban, partai
politik wajib mengelola dana secara transparan dan akuntabel sesuai asas formal
dan materiil, sebagaimana diatur dalam Permendagri dan UU Administrasi
Pemerintahan. Pengaturan mengenai rangkap jabatan pejabat negara juga telah
diatur secara normatif dalam berbagai perundang-undangan untuk mencegah
konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan. Rangkap jabatan, khususnya
antara pejabat negara dan pimpinan partai politik, berpotensi mencederai prinsip
meritokrasi, netralitas, dan akuntabilitas dalam pelayanan publik serta menurunkan
kualitas pengambilan kebijakan negara. |
en_US |