| dc.description.abstract |
Perkembangan teknologi informasi telah melahirkan bentuk-bentuk
kejahatan baru yang tidak lagi terbatas pada ruang fisik, salah satunya adalah
Carding atau pencurian data kartu kredit untuk kepentingan transaksi ilegal.
Penelitian ini membahas tanggung jawab hukum terhadap pelaku Carding ditinjau
dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) melalui studi
kasus Putusan Nomor 845/Pid.Sus/2020/PT SBY, dengan fokus pada kelemahan
hukum yang menyebabkan rendahnya efek jera dan ketidakadilan dalam
pemidanaan.
Pertanggungjawaban pidana diterapkan terhadap pelaku Carding serta apa
saja kendala yang dihadapi sistem hukum dalam menanggulangi kejahatan
tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan
kasus dan peraturan perundang-undangan, serta analisis kualitatif terhadap isi
putusan pengadilan dan ketentuan dalam UU ITE dan KUHP. Hasil kajian
menunjukkan bahwa peran terdakwa sebagai fasilitator transaksi data kartu kredit
hasil kejahatan tidak dibarengi dengan penjatuhan hukuman yang setimpal, yaitu
hanya delapan bulan kurungan. Hal ini mencerminkan bahwa UU ITE belum
memiliki kekuatan normatif dan sanksi pidana yang efektif dalam menjerat pelaku
kejahatan siber secara komprehensif. Selain itu, kendala seperti lemahnya
integrasi hukum antara UU ITE dan KUHP, minimnya pengakuan terhadap nilai
ekonomi data pribadi sebagai objek pencurian, serta keterbatasan alat pembuktian
digital, menjadi hambatan utama dalam proses pertanggungjawaban pidana.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa sistem hukum pidana Indonesia
belum sepenuhnya mampu merespon.
Cyber crime masih hangat diperdebatkan di kalangan sarjana hukum. Ini
karena bentuk kejahatan ini relatif baru. Hukum pidana positif (KUHP dan
KUHAP) telah dikritik dan dipertahankan karena kemampuannya menangani
kejahatan ini. Penjahat dunia maya akan ditangkap oleh penegak hukum. Cyber
crime masih tertangkap berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), terutama yang memenuhi kriteria pasal-pasal tipikal KUHP. Ketika
produk ini dianggap tidak cukup untuk mencegah berbagai bentuk kejahatan
online, banyak instrumen hukum pidana di luar KUHP dapat digunakan untuk
menyelesaikan kejahatan melalui penerapan teknologi ini. Instrumen-instrumen
ini mencakup pendekatan yang berbeda terhadap undang-undang hukum yang
berbeda. |
en_US |