Abstract:
Konstatering merupakan proses penting dalam penyelesaian sengketa
tanah yang berfungsi untuk mencocokkan objek tanah dalam amar putusan dengan
kondisi di lapangan sebelum dilakukan eksekusi. Dalam praktik peradilan perdata,
konstatering menjadi langkah awal untuk mencegah kesalahan objek eksekusi
yang dapat menimbulkan sengketa baru. Namun, pelaksanaannya belum memiliki
pengaturan normatif yang jelas dalam hukum acara perdata positif Indonesia.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan kejelasan kedudukan hukum
dan efektivitas konstatering, khususnya dalam perkara sengketa tanah.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan
pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan
konseptual (conceptual approach). Data yang digunakan terdiri dari bahan hukum
primer seperti KUH Perdata dan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), bahan
hukum sekunder berupa literatur hukum, serta bahan hukum tersier seperti kamus
hukum dan yurisprudensi. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan
dengan menelusuri dokumen-dokumen hukum dan putusan pengadilan yang
relevan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstatering memiliki kedudukan
yang signifikan sebagai alat bantu verifikasi dalam eksekusi putusan sengketa
tanah, meskipun belum secara eksplisit diatur dalam peraturan perundang
undangan. konstatering telah dilakukan sesuai prosedur sebagai bagian dari
kehati-hatian eksekusi, namun masih ditemukan beberapa kendala, seperti
ketidaklengkapan dokumen, kesalahan identifikasi lokasi objek, serta kurangnya
koordinasi dengan instansi pertanahan. Upaya untuk mengatasi kendala ini
dilakukan melalui penguatan administrasi pertanahan, peningkatan pemahaman
hukum aparat pengadilan, serta mendorong pengaturan normatif yang lebih tegas.
Dengan penguatan aspek legal dan teknis, konstatering dapat berfungsi optimal
dalam menjamin perlindungan hukum dan mencegah pelanggaran hak atas tanah
dalam pelaksanaan putusan pengadilan.