| dc.description.abstract |
Pemberian remisi merupakan hak narapidana yang telah memenuhi syarat
administratif dan substantif sebagaimana diatur dalam peraturan perundang
undangan. Dalam konteks tindak pidana terorisme, remisi memiliki dimensi yang
lebih kompleks, khususnya ketika melibatkan narapidana yang berperan sebagai
justice collaborator. Justice collaborator adalah pelaku tindak pidana yang bersedia
bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk membongkar jaringan kejahatan
yang lebih besar. Posisi ini memberikan kontribusi penting dalam pengungkapan
kejahatan luar biasa, termasuk terorisme. Namun, pelaksanaannya seringkali
menimbulkan kontroversi dan perdebatan. Terdapat perbedaan dalam penerapan
kebijakan remisi terhadap pelaku terorisme dibandingkan narapidana umum. Oleh
karena itu, diperlukan analisis terhadap implementasi pemberian remisi
dalam kasus ini.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana implementasi
pemberian remisi terhadap justice collaborator dalam tindak pidana terorisme di
Indonesia. Pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan sumber data
berasal dari peraturan perundang-undangan, literatur hukum, serta studi kasus yang
relevan. Analisis dilakukan dengan menelaah ketentuan hukum yang mengatur
remisi, termasuk Undang-Undang Pemasyarakatan dan regulasi turunan lainnya.
Penelitian ini juga menyoroti praktik pemberian remisi berdasarkan pertimbangan
keamanan nasional, hak asasi manusia, serta efektivitas kerja sama narapidana
dengan penegak hukum. Data sekunder dianalisis secara kualitatif untuk
memberikan gambaran menyeluruh terkait kebijakan ini. Hasil penelitian ini
diharapkan memberikan kontribusi terhadap penguatan perlindungan hukum dan
kepastian bagi justice collaborator.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa implementasi remisi bagi justice
collaborator dalam kasus terorisme belum berjalan secara optimal karena masih
terdapat kendala normatif dan praktis. Di antaranya adalah ketidaksesuaian antara
ketentuan hukum dengan praktik di lapangan serta adanya resistensi dari
masyarakat terhadap pelaku terorisme yang mendapat keringanan hukuman.
Meskipun regulasi memberikan ruang bagi remisi tersebut, dalam praktiknya
penilaian terhadap kontribusi justice collaborator masih bersifat subjektif. Oleh
karena itu, diperlukan penguatan mekanisme evaluasi dan akuntabilitas dalam
proses pemberian remisi. Pemerintah juga perlu memperjelas kriteria dan prosedur
pemberian remisi agar tidak menimbulkan ketidakadilan. Dengan demikian, tujuan
pemberian remisi sebagai bentuk penghargaan terhadap kerja sama narapidana
dapat tercapai secara adil dan transparan. |
en_US |