| dc.description.abstract |
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur merupakan proyek
strategis nasional yang merepresentasikan arah baru kebijakan pembangunan
Indonesia menuju pemerataan dan keberlanjutan. Namun, di balik semangat
tersebut, muncul permasalahan hukum berupa wanprestasi yang dilakukan oleh PT.
Waskita Karya (Persero) Tbk. selaku kontraktor utama, khususnya terkait
keterlambatan pembayaran jasa kepada subkontraktor. Kondisi ini menimbulkan
kerugian finansial sekaligus tekanan operasional bagi sebagian besar subkontraktor
yang mayoritas merupakan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Penelitian ini bertujuan menganalisis aspek yuridis dari wanprestasi dalam
perjanjian Surat Pemesanan Bahan (SPB) antara PT. Waskita Karya dan PT.
Shimizu Global. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan
pendekatan kualitatif, melalui telaah terhadap ketentuan hukum perjanjian dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), khususnya Pasal 1234 dan
1243, serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Selain
itu, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara turut dijadikan
dasar hukum yang menekankan kepastian hukum, keadilan, dan transparansi dalam
pengadaan jasa konstruksi.
Lebih lanjut, penelitian ini juga menyinggung kasus Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) yang dialami anak usaha PT. Waskita Karya, yakni PT.
Waskita Beton Precast Tbk (WSBP), yang menimbulkan perdebatan hukum
mengenai pemanfaatan instrumen Obligasi Wajib Konversi (OWK). Hasil
penelitian menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara norma hukum dan praktik
bisnis, serta lemahnya posisi tawar subkontraktor dalam berhadapan dengan
perusahaan besar. Oleh karena itu, diperlukan penguatan mekanisme pengawasan,
penerapan prinsip keadilan substantif, serta penyediaan instrumen penyelesaian
sengketa yang lebih efektif untuk melindungi kepentingan hukum subkontraktor
dalam pelaksanaan proyek strategis nasional. |
en_US |