| dc.description.abstract |
Pemilihan umum merupakan wujud nyata pelaksanaan kedaulatan rakyat
dalam sistem demokrasi Indonesia. Namun, pada praktiknya masih terdapat
tindakan penyelenggara pemilu yang menghalangi hak masyarakat untuk memilih,
baik karena kelalaian maupun kesengajaan. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis bentuk-bentuk tindakan penyelenggara pemilu yang dapat
dikategorikan sebagai tindak pidana pemilu, menelaahnya dari perspektif
kriminologi, serta mengkaji upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Medan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif-empiris
dengan pendekatan kualitatif. Data diperoleh melalui studi kepustakaan,
wawancara dengan pihak KPU dan Bawaslu Kota Medan, serta dokumentasi kasus
kasus yang relevan. Analisis dilakukan dengan menghubungkan teori-teori
kriminologi seperti motif, kesempatan, dan pengawasan sosial terhadap perilaku
penyelenggara pemilu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan penyelenggara pemilu yang
menghalangi hak masyarakat untuk memilih meliputi manipulasi daftar pemilih
tetap (DPT), penghilangan surat suara, intimidasi terhadap pemilih, dan kelalaian
dalam menjalankan prosedur yang berdampak pada hilangnya hak pilih. Motif
utama yang ditemukan adalah kepentingan politik, gratifikasi, tekanan eksternal,
serta rendahnya pemahaman hukum dan etika. Secara kriminologis, tindakan
tersebut dikategorikan sebagai kejahatan jabatan yang mengandung unsur
penyalahgunaan wewenang dan berdampak terhadap legitimasi demokrasi. Upaya
penegakan hukum dilakukan melalui Sentra Gakkumdu dengan kerja sama antara
Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan, namun masih menghadapi kendala seperti
lemahnya bukti, waktu penanganan yang terbatas, dan sanksi yang ringan.
Diperlukan reformasi regulasi, penguatan integritas penyelenggara, serta
peningkatan partisipasi masyarakat sebagai pengawas demokrasi untuk mencegah
terulangnya pelanggaran serupa. |
en_US |