Abstract:
Penelitian ini membahas secara mendalam mengenai aspek yuridis dari kegagalan
tenaga medis dalam memberikan informasi lengkap terkait risiko tindakan medis kepada
pasien. Kegagalan ini merupakan persoalan hukum yang serius karena menyangkut
prinsip dasar dalam pelayanan kesehatan, yaitu penghormatan terhadap hak pasien. Salah
satu hak fundamental pasien adalah hak untuk mengetahui secara jelas dan utuh kondisi
medis yang dihadapi, serta tindakan medis yang akan diberikan termasuk risiko dan
alternatif pengobatannya. Ketidakpatuhan tenaga medis dalam memberikan informasi
yang memadai kepada pasien bukan hanya melanggar prinsip etika profesi, tetapi juga
dapat menimbulkan tanggung jawab hukum baik secara perdata, pidana, maupun
administratif.Metode yuridis normatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif-analitis. Data dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan dan analisis undang
undang seperti Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Selain itu, penelitian ini
melihat dasar hukum perlindungan hak asasi manusia (HAM), seperti prinsip persetujuan
informasi sebagai penghormatan terhadap otonomi pasien.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik pelayanan medis di Indonesia masih
mengalami berbagai kelemahan dalam aspek pemberian informasi kepada pasien. Banyak
tenaga medis yang belum menganggap pemberian informasi sebagai proses komunikasi
yang transparan dan partisipatif, melainkan hanya sekadar formalitas administratif, seperti
penandatanganan formulir tanpa penjelasan rinci. Hal ini diperparah oleh sistem
hubungan kerja dalam institusi kesehatan yang belum berbasis HAM, di mana beban
kerja tinggi, tekanan administratif, dan kurangnya pelatihan komunikasi menyebabkan
interaksi antara tenaga medis dan pasien menjadi terbatas dan tidak optimal.
Menurut penelitian ini, sistem hubungan industrial di bidang kesehatan harus
diperbarui dengan pendekatan berbasis HAM. Hal ini akan mencakup penerapan standar
operasional prosedur yang menjamin hak atas informasi, meningkatkan pelatihan
komunikasi risiko bagi tenaga medis, dan meningkatkan pengawasan internal yang lebih
ketat di institusi kesehatan. Reformasi hukum kesehatan yang menegaskan perlindungan
hak pasien harus segera dilakukan, tidak hanya pada tingkat regulasi tetapi juga dalam
praktik sehari-hari. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
kontribusi penting bagi pembuat kebijakan, institusi kesehatan, dan tenaga medis dalam
mewujudkan sistem pelayanan kesehatan yang adil, transparan, dan berbasis pada
penghormatan hak asasi manusia. Di sisi lain, masyarakat juga diharapkan semakin sadar
akan hak-haknya sebagai pasien, sehingga mampu berpartisipasi aktif dalam proses
pengambilan keputusan medis secara bertanggung jawab.