Abstract:
Perdamaian dalam perkara pidana merupakan hal yang mulai mendapat perhatian
dalam praktik peradilan di Indonesia. Meskipun tidak menghapuskan pidana, perdamaian
dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan meringankan oleh hakim dalam
menjatuhkan putusan, terutama dalam konteks keadilan restoratif. Namun dalam
perkara tindak pidana pencabulan terhadap anak, yang tergolong sebagai delik biasa
dan menyangkut kepentingan umum, keberadaan perdamaian menjadi perdebatan
karena tidak dapat menghentikan proses hukum. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis kekuatan hukum perdamaian dalam perkara pidana, perannya dalam
peringanan hukuman pada perkara pencabulan anak, serta eksistensinya dalam
pertimbangan hakim sebagaimana tercermin dalam Putusan Pengadilan Negeri
Stabat Nomor: 961/Pid.Sus/2020/PN.Stb.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan sifat
preskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan
(statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Teknik pengumpulan
data dilakukan melalui studi kepustakaan dengan bahan hukum primer, sekunder,
dan tersier.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perdamaian memiliki kedudukan
sebagai alasan meringankan yang bersifat subyektif dan berada dalam ruang
diskresi hakim. Dalam Putusan No. 961/Pid.Sus/2020/PN.Stb, perdamaian antara
pelaku dan keluarga korban dijadikan sebagai dasar pertimbangan meringankan, meskipun
hukuman tetap dijatuhkan sesuai batas minimal pidana. Hal ini menunjukkan bahwa
perdamaian tidak menghapuskan pidana, tetapi dapat memperkuat penerapan prinsip
keadilan yang berorientasi pada pemulihan sosial, tanpa mengabaikan perlindungan
terhadap korban, khususnya anak.