Abstract:
Indonesia sebagai negara hukum memerlukan penegakan hukum yang
professional agar terhindar dari produk hukum yang gagal, bagi aparat penegak hukum
tentunya putusan lepas merupakan produk gagal karena ada kesalahan yang terjadi
hingga putusan lepas dijatuhkan. Ada beberapa penyebab putusan lepas yaitu : a)
Perbuatan Terbukti, Tapi Bukan Tindak Pidana, b) adanya Alasan Pembenar dan c)
adanya Alasan Pemaaf. Seperti contoh kasus yang terjadi pada perkara putusan Nomor
80/PID.SUS.TPK/2018/PN-MDN Jo. Putusan Nomor 1169 K/Pid.Sus/2019 Terdakwa
yang diputus lepas yang didakwa melakukan Tindak Pidana Pemerasan atau Suap
dalam posisi dianggap tertangkap tangan. Pada putusan a quo ditemukan adanya
penerapan azas tiada pidana tanpa kesalahan. Sehingga dapat dipastikan pada tahap
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terdapat kesalahan teknis dan pemahaman
terhadap teori pertanggungjawaban pidana.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang mengambil sumber data dari
data sekunder dan tersier, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan lalu
menggunakan analisis data kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian ini terfokus pada putusan Nomor
80/PID.SUS.TPK/2018/PN-MDN Jo. Putusan Nomor 1169 K//Pid.Sus/2019
Terdakwa yang diputus lepas yang mana terdapat faktor-faktor penyebab terjadinya
putusan lepas, yaitu : a) hanya 1 (satu) saksi yang menyatakan pemungutan yang
dilakukan Terdakwa, namun saksi lain hanya mengetahui dari orang lain bukan dari
Terdakwa langsung, b) Pada saat penggrebekan, Terdakwa tidak ada diruang kerjanya,
hanya ditemukan uang dalam amplop diatas meja Terdawa, dan uang tersebut belum
disentuh maupun dinikmati Terdakwa. c) peristiwa yang terjadi tersebut dipandang
sebagai kebijakan atau kesalahan administrasi negara, sehingga bukan kesalahan
pidana. Oleh karena itu berlaku lah Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan sehingga
Terdakwa diputus lepas. Selain itu juga terdapat ketidakpastian alat bukti yang tidak
sesuai dengan peristiwa atau fakta yang sebenarnya. Sehingga hal ini tidak
memberikan keyakinan terhadap hakim untuk memutus bersalah, dengan fakta
persidangan sebagai berikut : a) hanya 1 (satu) saksi yang menyatakan pemungutan
yang dilakukan Terdakwa, namun saksi lain hanya mengetahui dari orang lain bukan
dari Terdakwa langsung, b) Pada saat penggrebekan, Terdakwa tidak ada diruang
kerjanya, hanya ditemukan uang dalam amplop diatas meja Terdawa, dan uang
tersebut belum disentuh maupun dinikmati Terdakwa. c) peristiwa yang terjadi
tersebut dipandang sebagai kebijakan atau kesalahan administrasi negara, sehingga
bukan kesalahan pidana. Oleh karena itu berlaku lah Asas Tiada Pidana Tanpa
Kesalahan sehingga Terdakwa diputus lepas. Penerapan tersebut sebagai bentuk wujud
dari teori pertanggungjawaban pidana yang tidak terpenuhi dalam pembuktian.