Abstract:
Pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan salah satu fokus utama
dalam sistem penegakan hukum di Indonesia. Kejaksaan, sebagai lembaga yang
diberi kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan dan
penuntutan, memiliki peran strategis dalam mempercepat proses pemeriksaan
perkara korupsi. Meskipun upaya percepatan ini telah diamanatkan secara normatif
dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001, kenyataannya di lapangan tidak semudah yang dibayangkan.
Aparat penegak hukum, khususnya jaksa, dihadapkan pada berbagai hambatan baik
dari segi yuridis maupun non-yuridis.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan pendekatan
kualitatif. Data diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara langsung
dengan narasumber dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Teknik analisis data
dilakukan secara deskriptif kualitatif untuk menggambarkan peran jaksa dalam
percepatan pemeriksaan, serta hambatan dan solusi yang dihadapi dalam
penanganan perkara korupsi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaksa tidak hanya menjalankan fungsi
penuntutan, tetapi juga berperan sebagai penyidik dalam perkara korupsi. Namun,
dalam praktiknya, jaksa kerap menghadapi kendala seperti keterbatasan personel,
anggaran, serta kesulitan menghadirkan saksi, ahli, atau tersangka. Kejaksaan
Tinggi Sumatera Utara telah melakukan berbagai upaya strategis seperti kerja sama
lintas bidang, koordinasi dengan instansi terkait, serta optimalisasi peran intelijen
dalam mendukung penyidikan dan penuntutan. Upaya ini dilakukan untuk
mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam proses percepatan penanganan perkara
tindak pidana korupsi, sesuai dengan amanat undang-undang.