Abstract:
Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang memiliki hukum syariah dan
mengesahkan serta menerapkannya sesuai amanat dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Qanun Provinsi Aceh No. 11
Tahun 2002 tentang pelaksanaan syari’at Islam di bidang Aqidah, Ibadah, dan
Syi’ar Islam dan Qanun Aceh No 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, yang
berisi tentang khamar, maisir, khalwat, ikhtilath, zina, pelecehan seksual,
pemerkosaan, qodzaf, liwath dan mushahaqah. Hal ini dikuatkan dengan Undang
Undang tentang Pemerintahan Aceh No. 11 Tahun 2006 (selanjutnya disebut UU
Pemerintahan Aceh) menjelaskan hal ini, terutama dalam Pasal 128 ayat (2).
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan
mempergunakan pendekatan normatif (legal research) untuk mendapatkan data
skunder dan pendekatan sosiologis (yuridis sosiologis), untuk memperoleh data
primer melalui penelitian lapangan (field research).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama, Mekanisme penerapan qanun
aceh sebagai sumber hukum pidana islam yaitu Sistem peradilan pidana Islam yang
dijalankan di Aceh memperlihatkan perpaduan antara sistem peradilan pidana
konvensional dengan sistem peradilan syari’ah. Perpaduan ini terlihat dari unsur
unsur pendukung berupa adanya kepolisian, kejaksaan,dan pengadilan dalam hal
ini mahkamah syari’ah. Mekanisme kerja sistem peradilan yang berlaku bersifat
konvensional. Kedua, Terkait kendala dan hambatan yang dihadapi oleh Wilayatul
Hisbah dalam menangani kasus khalwat di Kabupaten/Kota. Hal ini menunjukkan bahwa
implementasi Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014, khususnya dalam aspek pencegahan dan
penegakan hukum terhadap pelanggaran khalwat, masih memerlukan upaya perbaikan.
Dengan memperbaiki faktor-faktor internal, eksternal, dan kelembagaan, diharapkan
implementasi Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 dapat berjalan lebih baik, sehingga tujuan
penerapan syariat Islam di Aceh dapat tercapai secara efektif dan berkelanjuta. Ketiga,
Kepastian hukum merupakan pelaksanaan hukum yang sesuai dengan bunyinya.
Sehingga, masyarakat pun dapat memastikan bahwa hukum yang ada dan tercantum
dapat dilaksanakan. Dalam memahami nilai-nilai dari kepastian hukum, maka ada hal
yang harus diperhatikan yaitu, bahwa nilai tersebut memiliki relasi yang erat dengan
instrumen hukum baik itu hukum positif maupun hukum pidana islam itu sendiri serta
peranan negara dalam melakukan aktualisasi pada hukum tersebut. Disaranakan
Pemerintah daerah perlu meningkatkan alokasi anggaran khusus untuk operasional
Wilayatul Hisbah, termasuk peningkatan sarana dan prasarana, Rekrutmen dan pelatihan
sumber daya manusia yang kompeten harus diprioritaskan guna meningkatkan kualitas
dan kuantitas personil Wilayatul Hisbah, Sosialisasi tentang peran Wilayatul Hisbah dan
pentingnya pelaksanaan syariat Islam perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih peduli dan
aktif bekerja sama, Diperlukan perbaikan mekanisme koordinasi antar lembaga penegak
hukum agar pelaksanaan tugas menjadi lebih sinergis dan efisien.