Abstract:
Penegakan hukum pidana di Indonesia tidak hanya bertujuan memberikan sanksi
kepada pelaku tindak pidana, tetapi juga harus mempertimbangkan prinsip
keadilan bagi individu yang melakukan perbuatan pidana dalam kondisi terpaksa,
seperti noodweer (pembelaan terpaksa). Namun, penerapan alasan pembenar ini
dalam praktik peradilan sering kali menimbulkan perdebatan, terutama dalam
kasus tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang
lain. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena disparitas pertimbangan hakim
dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa yang mengajukan alasan
pembenar noodweer.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach).
Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan dengan menelaah putusan
pengadilan yang relevan, literatur hukum, doktrin para ahli, serta peraturan
perundang-undangan yang terkait, kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perkara penganiayaan yang
menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, hakim dalam beberapa putusan telah
mempertimbangkan unsur-unsur pembelaan terpaksa sebagaimana diatur dalam
Pasal 49 ayat (1) KUHP secara rigid, antara lain adanya serangan yang melawan
hukum, sifat mendesak dari serangan tersebut, dan proporsionalitas tindakan
pembelaan. Namun demikian, terdapat putusan yang justru menunjukkan
inkonsistensi dalam menerapkan unsur proporsionalitas, di mana pembelaan yang
dilakukan oleh terdakwa dinilai berlebihan (noodweer excess), sehingga
pembelaan terpaksa tidak diakui secara penuh dan terdakwa tetap dijatuhi pidana
meskipun dengan kualifikasi yang lebih ringan. Selain itu, pertimbangan hakim
tidak jarang dipengaruhi oleh faktor-faktor non-yuridis seperti nilai moral, rasa
keadilan masyarakat, dan persepsi subjektif hakim terhadap sikap terdakwa
maupun korban. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun asas legality menjadi
dasar utama, namun asas keadilan substantif dan konteks sosial juga memengaruhi
penilaian hakim dalam kasus noodweer. Penelitian ini merekomendasikan adanya
pedoman yudisial yang lebih jelas mengenai penerapan noodweer agar tidak
terjadi disparitas dan untuk memastikan perlindungan hukum yang adil bagi
warga negara yang melakukan pembelaan terpaksa demi mempertahankan diri,
kehormatan, atau hak miliknya. Dengan demikian, peradilan pidana di Indonesia
diharapkan mampu menyeimbangkan antara kepastian hukum, keadilan, dan
kemanfaatan hukum dalam setiap putusan yang dijatuhkan.