Abstract:
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu
oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya dalam hal
serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Penahanan memiliki syarat
objektif dan subjektif. Syarat subjektif berbicara mengenai penahanan yang
dilakukan oleh penyidik kepada tersangka karena rasa khawatir tersangka akan
melarikan diri atau menghapus barang bukti. Penerapan syarat subjektif dapat
diterapkan di tingkat penyidikan yakni pada Kepolisian. Hal ini yang menjadi
acuan Penulis untuk melihat bagaimana penerapan syarat subjektif penahanan di
Polrestabes Medan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan penahanan oleh
Kepolisian dalam penanganan perkara pidana, untuk mengetahui mekanisme
penahanan dalam penanganan perkara pidana di Indonesia dan untuk mengetahui
bagaimana penerapan syarat subjektif penahanan dalam proses penyidikan di
Polrestabes Medan. Jenis penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris dan
pendekatan data primer dengan cara melakukan wawancara dan data sekunder
dengan cara mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa pengaturan mengenai penahanan
perkara pidana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentan Penyidikan Tindak Pidana. Pada tingkap
penyidikan waktu untuk melakukan penahanan adalah 20 (dua puluh) hari dan
dapat diperpanjang selama 40 (empat puluh) hari apabila diperlukan. Mekanisme
penahanan di tingkat Kepolisian melibatkan beberapa tahapan seperti dimulai dari
penangkapan, penerbitan surat perintah penahanan, perpanjangan penahanan
apabila diperlukan, hingga penangguhan penahanan jika diperlukan. Penerapan
syarat subjektif di Polrestabes Medan dilakukan sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Dalam praktiknya, proses evaluasi syarat subjektif penahanan ini
dilakukan dengan sangat hati-hati, melibatkan pertimbangan yang matang
terhadap risiko yang mungkin timbul, seperti potensi tersangka untuk melarikan
diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.