Abstract:
Isu
yang menjadi perhatian dalam ranah hukum pidana adalah
pertanggungjawaban korporasi atas tindak pidana yang dilakukannya. Konsep ini
telah mengalami evolusi dari waktu ke waktu, dimulai dari doktrin bahwa korporasi
tidak dapat dipidana (universitas delinquere non potest) hingga pengakuan
korporasi sebagai subjek hukum pidana. Persoalan penentuan sanksi yang tepat bagi
korporasi juga menjadi tantangan tersendiri. Mengingat korporasi tidak dapat
dijatuhi hukuman badan seperti penjara, diperlukan inovasi dalam sistem
pemidanaan yang dapat memberikan efek jera sekaligus tidak menghambat
kegiatan usaha yang bermanfaat bagi masyarakat. Dalam hukum pidana
dipedomani asas praduga tak bersalah, tentu terdakwa dapat menyampaikan
pendapatnya terkait pidana korporasi yang ia lakukan. Hal ini disoroti dengan
adanya analisa putusan nomor: 927K/Pid.Sus/-LH/2021.
Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bentuk hukum pidana denda
terhadap korporasi berdasarkan peraturan perundang – undangan,untuk mengetahui
penegak hukum menetapkan pidana denda terhadap korporasi yang melakukan
tindak pidana ditinjau dari perundang – undangan dan juga untuk mengetahui
analisa putusan Nomor : 927K/Pid.Sus/-LH/2021.Jenis penelitian yang digunakan
dalam skripsi ini adalah metode yuridis normatif. Metode yuridis normatif adalah
metode penelitian yang berfokus pada kajian terhadap norma-norma atau kaidah
kaidah hukum yang berlaku. Metode ini sering digunakan dalam penelitian di
bidang ilmu hukum atau ilmu-ilmu lain yang terkait dengan norma-norma atau
kaidah-kaidah tertentu.
Hasil Penelitian ini ialah Korporasi dapat dikenai sanksi pidana berupa denda
apabila melakukan tindak pidana tertentu, seperti pelanggaran terhadap penggunaan mata
uang rupiah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011. Dalam
konteks hukum pidana Indonesia, pertanggungjawaban pidana korporasi dibangun melalui
asas identifikasi dan ajaran pelaku fungsional, yang menyamakan perbuatan pengurus atau
pegawai dengan perbuatan korporasi itu sendiriPutusan Nomor 927K/Pid.Sus-LH/2021
menunjukkan bahwa Mahkamah Agung telah mengakui adanya tindak pidana lingkungan
hidup yang dilakukan oleh PT. Natural Persada Mandiri sebagai korporasi melalui kegiatan
penambangan nikel tanpa izin di kawasan hutan lindung. Meskipun unsur-unsur tindak
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 89 ayat (2) huruf a jo. Pasal 17 ayat (1) huruf b UU
No. 18 Tahun 2013 telah terpenuhi, serta adanya pelanggaran terhadap Pasal 38 ayat (4)
UU Kehutanan, sanksi pidana yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung dinilai terlalu ringan
dibandingkan dengan kerusakan lingkungan dan keuntungan yang diperoleh terdakwa. Hal
ini menunjukkan kurangnya efek jera terhadap pelaku kejahatan lingkungan, terutama
dalam konteks korporasi.