dc.description.abstract |
Dalam pelaksanaan suatu kontrak konstruksi, seorang kontraktor memiliki
tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kesepakatan yang
telah ditentukan. Namun, dalam kondisi tertentu, pelaksanaan proyek dapat
terhambat oleh keadaan memaksa (force majeure) yang berada di luar kendali para
pihak. Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah perkara terkait
pertanggungjawaban kontraktor terhadap pembangunan jembatan di Kabupaten
Nias yang tidak selesai akibat terjadinya force majeure, sebagaimana yang diputus
dalam Putusan Mahkamah Agung No. 2401 K/Pdt/2013.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan
kasus serta dokumen kepustakaan yang relevan. Analisis dilakukan secara kualitatif
guna memahami bagaimana hukum mengatur tanggung jawab kontraktor dalam
kondisi force majeure, serta bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus
perkara ini. Penelitian ini juga menelaah sejauh mana ketentuan hukum kontrak dan
asas kepastian hukum memberikan perlindungan terhadap para pihak dalam
perjanjian konstruksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam putusan tersebut, Mahkamah
Agung menegaskan bahwa kontraktor tidak dapat serta-merta dibebaskan dari
tanggung jawabnya meskipun terjadi force majeure. Hakim mempertimbangkan
bahwa kontraktor tetap memiliki kewajiban untuk membuktikan bahwa keadaan
memaksa tersebut benar-benar menghalangi penyelesaian proyek dan tidak dapat
diatasi dengan langkah-langkah yang wajar. Putusan ini mencerminkan
keseimbangan antara prinsip kepastian hukum dan keadilan dalam hukum
perjanjian, terutama dalam konteks proyek konstruksi yang melibatkan kepentingan
publik. |
en_US |