Abstract:
Ganti rugi dan rehabilitasi adalah suatu aturan dalam hukum acara pidana
di Indonesia. Kewenangan untuk memberikan ganti kerugian dan rehabilitasi bagi
seorang terpidana diserahkan kepada negara berdasarkan ketentuan perundang
undangan yang berlaku. Tujuan dilakukannya ganti rugi dan rehabilitasi adalah
untuk melindungi hak asasi manusia tersangka, terdakwa atau terpidana. Namun
kenyataannya tidak selalu demikian, dan pelaksanaan hak tersangka dan terdakwa
tidak berjalan sesuai harapan. Karena penegakan hak tersangka, terdakwa atau
terpidana tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan ganti rugi dan
rehabilitasi pada tindak pidana menurut kitab undang-undang hukum acara pidana,
untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan ganti rugi dan rehabilitasi terhadap
tindak pidana yang terbukti tidak sah dan untuk mengetahui kendala dalam
pelaksanaan ganti rugi dan rehabilitasi pada perkara pidana. Jenis penelitian ini
merupakan penelitian normatif yang menggunakan bahan hukum utama dengan
cara membandingkan dan menganalisis yang berkaitan dengan Implementasi Ganti
Rugi dan Rehabilitasi Pada Tindak Pidana Menurut Hukum Acara Pidana di
Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa Pengaturan mengenai ganti kerugian
dan rehabilitasi dalam hukum acara pidana diatur dalam UU No. 8 tahun 1981
tentang hukum acara pidana (KUHAP), PP No. 27 tahun 1983, UU No. 4 tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman serta dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
983/KMK.01/1983 mengenai tata cara pemberian Ganti kerugian. Terdapat
mekanisme pelaksanaan rehabilitasi dan ganti kerugian terhadap terdakwa yang
diputus bebas. Rehabilitasi dapat diberikan secara langsung, yaitu bersamaan
dengan dibacakannya putusan pengadilan, walaupun masih terdapat kekurangan
dalam hal penyebar luasannya. Sedangkan untuk pengajuan ganti kerugian atas
putusan yang telah diajukan sampai dalam tahap pengadilan diselesaikan oleh
Pengadilan Negeri. Bagi terpidana, proses pengajuan ganti kerugian diawali dahulu
dengan pengajuan permohonan Peninjauan Kembali. Tujuannya adalah untuk dapat
membatalkan putusan yang sebelumnya. Setelah permohonan Peninjauan Kembali
disetujui, maka kemudian terpidana dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian
kepada Pengadilan Negeri. Terkait dengan implementasi ganti rugi dan rehabilitasi
sudah diatur oleh peraturan terkait. Namun pada faktanya masih terdapat
kekurangan yang diakibatkan adanya faktor penghambat. Faktor penghambat
pelaksanaan pemberian rehabilitasi dan ganti kerugian terhadap terdakwa yang
diputus bebas, antara lain dapat disebabkan dari substansi hukum, struktur hukum
dan budaya hukum yang tidak diimplementasikan dengan baik.