Abstract:
Pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku cyberbullying hingga kini
belum memiliki batasyang tegas, sebab tidak semua perilaku antisocial ini
menjadi masalah hukum, apalagi jika pelakunya adalah anak-anak. Cyberbullying
sebagai suatu perilaku antisosial, dapat ditinjau dari beberapa aspek seperti
kriminologi, viktimologi, psikologi dan psikiatri. Secara historis, bullying telah
menjadi bagian tak terpisahkan dari masa kanak-kanak dan dianggap sebagai
pengalaman yang diterima dan dinormalisasi. Dalam hal ini penulis memaparkan
rumusan masalah antara lain, Bagaimana pengaturan perundungan anak di
Indonesia?, Bagaimana faktor pengaruh terjadinya perundungan anak di sosial
media?, dan Bagimana dampak yang ditimbulkan antara pelaku dan korban
perndungan di sosial media?
Metode penelitian yang dipakai skripsi ini adalah metode penelitian
hukum normative atau disebut juga penelitian hukum doktrinal dengan
pendekatan penelitian perbandingan hukum (comparative), dimana hukum
dikonsepkan sebagai apa yang tertuliskan peraturan perundang-undangan (law in
books), dan penelitian terhadap sistematika hukum dapat dilakukan pada peraturan
perundang-undangan tertentu atau tertulis.
Secara umum ketentuan pengaturan hukum Pidana anak Pasal 1 Angka 2
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
bahwa anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik hukum,
anak yang menjadi korban tindak pidana dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.
Batasan usia yang dapat dikategorikan sebagai Anak, diatur dalam Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak