dc.description.abstract |
Prostitusi di Indonesia adalah fenomena sosial yang telah ada sejak zaman
kolonial, dengan akar sejarah yang dalam dan kompleks. Sejak tahun 1852,
pemerintah Hindia Belanda melegalisasi dan mengatur prostitusi, menjadikannya
bagian dari struktur sosial di kota-kota besar. Pekerja seks pada masa itu, yang
dikenal sebagai "public women," diwajibkan menjalani pemeriksaan kesehatan
untuk mencegah penyebaran penyakit menular seksual. Prostitusi merupakan
realitas sosial yang signifikan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Indonesia tidak memiliki ketentuan yang secara tegas melarang praktik ini. Hal ini
menciptakan tantangan dalam penegakan hukum dan pencegahan kejahatan terkait
prostitusi. Kajian yuridis diperlukan untuk memahami faktor-faktor penyebab
berkembangnya prostitusi, termasuk aspek ekonomi, sosial, dan budaya yang
mempengaruhi keputusan individu untuk terlibat dalam praktik ini. Selain itu,
penting untuk mengevaluasi peranan hukum dalam menanggulangi prostitusi serta
efektivitas penegakan hukum yang ada saat ini.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan hukum normatif, yang berfokus
pada analisis asas-asas hukum dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
Sifat penelitian ini bersifat deskriptif, bertujuan untuk menggambarkan fenomena
hukum yang berkaitan dengan prostitusi di Indonesia secara mendetail. Data yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data kewahyuan serta data sekunder,
yang mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Untuk mengumpulkan
data, peneliti menggunakan metode studi dokumen dan wawancara, yang
memungkinkan pengumpulan informasi dari berbagai sumber, termasuk dokumen
hukum, literatur terkait, dan pendapat para ahli. Selanjutnya, data yang diperoleh
dianalisis secara yuridis kualitatif, sehingga menghasilkan pemahaman yang lebih
mendalam mengenai permasalahan prostitusi dan implikasi hukum yang
mengikutinya.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis terhadap permasalahan yang telah
diteliti, dapat disimpulkan bahwa praktik prostitusi di kalangan generasi muda
umumnya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor ekonomi, kemajuan
teknologi, pendidikan, keluarga, serta akulturasi antara budaya Barat dan Timur di
Indonesia. Hingga saat ini, belum terdapat kebijakan yang efektif untuk mengatasi
praktik prostitusi, sehingga tindakan tersebut hanya dapat dikenakan sanksi sebagai
kejahatan asusila.Beberapa kendala yang dihadapi kepolisian dalam menangani
praktik prostitusi di kalangan generasi muda adalah kurangnya undang-undang
yang secara jelas mengatur mengenai praktik tersebut. Oleh karena itu, disarankan
agar masyarakat, khususnya orang tua dan sekolah, diberikan pendidikan untuk
lebih mengawasi aktivitas sehari-hari anak remaja. Hal ini bertujuan agar generasi
muda dapat terhindar dari praktik prostitusi yang meresahkan orang tua. Selain itu,
perlu adanya pembentukan peraturan yang lebih spesifik untuk mengawasi praktikprostitusi di kalangan generasi muda dan kerjasama antara penegak hukum,
terutama kepolisian, dengan masyarakat untuk menurunkan angka praktik
prostitusi di kalangan generasi muda. |
en_US |