dc.description.abstract |
Kebebasan berpendapat merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh
konstitusi Indonesia serta berbagai instrumen hukum internasional. Namun, penerapan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik) sering kali menimbulkan perdebatan karena dianggap membatasi
kebebasan berpendapat. Beberapa pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik, seperti yang berkaitan dengan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian,
kerap digunakan untuk mengkriminalisasi individu yang menyampaikan kritik terhadap
pemerintah atau pihak tertentu. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana
kebijakan pembatasan kebebasan berpendapat melalui Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik sejalan dengan prinsip hak asasi manusia.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach). Sumber data yang digunakan meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan
tersier yang dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan penelitian. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
memiliki ketentuan yang dapat mengekang kebebasan berpendapat, khususnya dalam
pasal-pasal yang mengatur pencemaran nama baik dan penyebaran informasi yang
menimbulkan kebencian.
Meskipun kebebasan berpendapat dapat dibatasi untuk melindungi kepentingan
publik, pembatasan tersebut harus sesuai dengan prinsip proporsionalitas dan tidak boleh
digunakan untuk menghambat kritik yang sah dalam sistem demokrasi. Dalam beberapa
kasus, penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak sejalan
dengan prinsip hak asasi manusia. karena lebih sering digunakan sebagai alat untuk
membungkam kritik terhadap pemerintah dibandingkan sebagai instrumen hukum untuk
melindungi masyarakat dari ujaran kebencian yang sebenarnya berbahaya. |
en_US |