Abstract:
Indonesia sebagai negara hukum memiliki aturan untuk menciptakan
ketertiban dan keamanan namun tindak pidana penganiayaan masih sering terjadi,
termasuk yang dilakukan oleh anggota TNI. Hukum pidana militer mengatur
perlakuan terhadap anggota militer yang melakukan tindak pidana, beberapa fakta
yang ada terdapat kasus di mana anggota TNI melakukan penganiayaan yang
mengakibatkan kematian dengan alasan pembelaan diri. Kasus penganiayaan oleh
Pratu Richal Alunpah, yang berujung pada kematian, menyoroti kompleksitas
penegakan hukum di lingkungan militer, terutama ketika alasan pembelaan diri
muncul. Penelitian ini menganalisis pertanggungjawaban pidana anggota TNI
dalam kasus tersebut, dengan studi putusan No. 88-K/PM.I-02/AU/X/2023
sebagai fokus utama, maka Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pertanggungjawaban hukum dalam kasus tersebut, dengan studi putusan No. 88
K/PM.I-02/AU/X/2023 sebagai contoh.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan
deskriptif analisis. Pendekatan perundang-undangan dan kasus digunakan untuk
menganalisis data sekunder dari studi kepustakaan, termasuk KUHP, KUHPM,
dan Putusan No. 88-K/PM.I-02/AU/X/2023. Analisis data kualitatif dilakukan
untuk memahami pertanggungjawaban pidana anggota TNI dalam kasus
penganiayaan dengan alasan pembelaan diri.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap
anggota TNI yang melakukan penganiayaan mempertimbangkan KUHPM dan
KUHP. Anggota militer yang terlibat dapat dikenai sanksi pidana, termasuk
pemecatan, melalui peradilan militer. Pertanggungjawaban pidana dalam kasus
pembelaan diri yang mengakibatkan kematian dinilai berdasarkan proporsionalitas
respons terhadap ancaman, sesuai Pasal 49 KUHP. Dalam Putusan No. 88
K/PM.I-02/AU/X/2023, hakim mempertimbangkan unsur pembelaan terpaksa dan
keadaan emosional terdakwa. Meskipun mengakui tindakan terdakwa
mengakibatkan kematian, hakim menilai bahwa tindakan tersebut tidak
direncanakan dan dapat dipertimbangkan sebagai pembelaan terpaksa. Penelitian
ini menegaskan pentingnya evaluasi proporsionalitas tindakan dalam konteks
hukum pidana militer.