Abstract:
mengakibatkan dampak berarti bagi korban, mencakup aspek kejiwaan, ragawi,
serta perekonomian. mekanisme restitusi selaku upaya pemulihan hak korban
telah ditetapkan melalui berbagai ketentuan hukum di indonesia, yakni
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan
Seksual (UU TPKS). Sementara itu, Thailand turut mengatur mekanisme
restitusi sebagai bentuk pemulihan hak korban sebagaimana tercantum dalam
Child Protection Act of 2546 (Undang-Undang Perlindungan Anak 2003).
Meski demikian, pelaksanaan restitusi kerap menghadapi berbagai kendala,
termasuk persoalan teknis dan hukum. Penelitian ini bertujuan menelaah
mekanisme pelaksanaan restitusi bagi korban pelecehan seksual di Indonesia
dan di Thailand, mengenali hambatan yang muncul, serta menyajikan usulan
terstruktur demi keberhasilan penerapannya. Berdasarkan tinjauan hukum
normatif, studi ini mengungkap bahwa walaupun peraturan telah tersedia,
pelaksanaannya belum optimal karena kurangnya keselarasan antarlembaga,
pemahaman hukum masyarakat yang terbatas, serta rumitnya perhitungan ganti
rugi bagi korban.hasil dari penelitian mengenai Ketentuan restitusi bagi korban pelecehan seksual telah diatur melalui beberapa perangkat hukum di
indonesia, mencakup Undang-Undang No 31 Tahun 2014 Jo Undang-Undang
No 13 Tahun 2006 tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Undang-
Undang No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana kekerasan seksual, serta
Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 2020 Jo Peraturan Pemerintah No 7 Tahun
2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan
Korban.