dc.description.abstract |
Force majeure atau yang sering diterjemahkan sebagai keadaan memaksa
merupakan keadaan dimana seorang debitur terhalang untuk melaksanakan
prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya
kontrak. Keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan
kepada debitur, sehinnga si debitur tersebut tidak dalam keadaan beritikad buruk.
Selanjutnya dalam pasal 1245 KUHPerdata yang berbunyi: “tidak ada penggantian,
biaya, kerugian dan bunga bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang
terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu
yang diwajibkan, atau melakukan sesuatu perbuatan yang terlarang olehnya”.
Dengan demikian penulis tertarik untuk meninjau lebih lanjut tentang keadaan
seperti apa sehingga suatu keadaan dapat dikatakan keadaan force majeure dan
pihak mana yang memikul kerugian akibat keadaan tersebut.
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum
normatif. Metode penelitian hukum normatif ini metode penelitian yang berfokus
pada kajian terhadap norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang berlaku.
Metode ini sering digunakan dalam penelitian di bidang ilmu hukum atau ilmu-ilmu
lain yang terkait dengan norma-norma atau kaidah-kaidah tertentu.
Hasil penelitian ini bahwa Force Majeure dalam Perjanjian Kredit harus
memenuhi unsur klausul Force Majeure dalam perjanjian tersebut. Apakah bentuk
Force Majeure dapat dikatakan sebagai bencana alam sehingga dapat dilakukan
penundaan pembayaran, dan hal ini dilakukan sebelum perjanjian atau kesepakatan
kedua belah pihak tersebut. Apabila penundaan pembayaran yang dilakukan pihak
debitur bukan dikarenakan force majeure tetapi dengan sengaja tidak memenuhi
kewajibannya maka dapat dilakukan eksekusi jaminan hak tanggungan |
en_US |