Abstract:
Grasi merupakan salah satu dari lima hak yang dimiliki kepala negara di budang yudikatif
yang dijamin oleh konstitusi dan peru dengan pasal 14 ayat (1) amandemen Undang-undang
Dasar Tahun 1945 dam UU No 22 tahun 2002 junto UU No 05 tahun 2010 tentang prasi. Gre
undangundang Grasi pasal 1 ayat 1 adalah pengampunan berupa perubahan peringanan,
pengurangan atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana oleh Presiden. Berdasarkan
UU No. 5 tahun 2010 junto UU No. 22 tahun 2002 pembernian grasi bukan merupakan persoalan
teknis yuridis dan tidak terkait dengan penilaian putusan hakim. Pemberian grasi bukan
merupakan campur tangarı Presiden dalam bidang yadıkatıf, melainkan hak prerogatif Presiden
untuk memberikan ampunan Selanjutnya dijelaskan bahwa kendati pemberian grası dapat
merubah meringankan, mengurangi atau menghapuskanjewajiban menjalani plana yang
dijatuhkan pengadilan, tidak berarti menghular an kesalahan dan juga bukan merupakan
rehabilitasi terhadap terpidana
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normati Penelitian ini
menggunakan teknik analisis kualitatif yang kemudian dipaparkan dan dianalisa dengari
menggunakan metode deskriptif analitis. Jenis pendekatan yang digunakap pada penulisan skripsi
ini adalah pendekatan kepustakaan (Library research), yaitu dengan mempelajari buku serta
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan judul dan rumusan masalali. Penelitian ini juga
melakukan pendekatan dongan menggnakan metode pendekatan peraturan perundang-undangan
(strate approach) yaitu dengan mengulas peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan Judul dan rumusan masalah yang dijadikan pembahasan pada penelitian ini
Hasil penelitian dan Pembahasan dalam penulisan pada penelian ini didapatı bahwa
Pemberian grası sebagai hak prerogatif president adalah berdasarkan UUD NRI 1945, Namun
Penerimaan permohonan Grasi ini oleh presiden tidak merupakan Kedudukan Presiden sebagai
Kepala Negara namun sebagai kedudukannya selaku Kepala Pemerintahan yang pertimbangannya
dalam pemberian grasa ini lebih kepada perilaku narapidana yang baik selama dalam hukuman
dan/atau sebagai kehormatan Presiden terhadap Hak asası manusia yang berdasarkan hukum
Pemberian gras tanpa pertimbangan Mahkamah Agung apabila dilakukan oleh Presiden sah-sal
sap namun dikhawatirkan apabila tidak melalui pertimbangan Presiden maka akan sangat
berpotensi melukai masyarakat dimana Presiden dengan kewenangan yang dimilikinya bisa saja
memberikan udara kebebasan kepada mereka yang tidak berbak menerima grasi tersebut.