Abstract:
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa
perubahan signifikan dalam cara masyarakat berinteraksi dan menyebarkan
informasi. Namun, kemudahan akses dan penyebaran informasi ini juga
membawa risiko penyalahgunaan, termasuk penyebaran informasi yang
bermuatan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan) yang dapat memicu
permusuhan. Kasus yang diputus dalam Putusan No. 98/Pid.Sus/2019/PN.Mdn
merupakan salah satu contoh nyata dari fenomena ini, di mana terdakwa Zahara
AS dinyatakan bersalah atas penyebaran informasi bermuatan SARA melalui
aplikasi WhatsApp. Penelitian ini untuk mengetahui penegakan hukum pidana
penyebaran informasi SARA yang menimbulkan permusuhan, penerapan unsur
pidana terhadap pelaku penyebaran informasi SARA yang menimbulkan
permusuhan, serta pertanggungjawaban pidana pelaku penyebar informasi SARA
yang menimbulkan permusuhan dalam putusan No. 98/Pid.Sus/2019/PN.Mdn.
Metode penetian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan
data sekunder yang diperoleh secara studi kepustakaan (library research).
Kemudian, data diolah dengan menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penegakan hukum pidana
terhadap penyebaran informasi SARA yang menimbulkan permusuhan di
Indonesia diatur secara komprehensif dalam KUHP dan UU ITE. Penerapan unsur
pidana melibatkan analisis terhadap kesengajaan pelaku, konten SARA dalam
informasi, dampak atau potensi dampak negatif, serta pelanggaran terhadap
ketentuan hukum yang berlaku. Putusan No. 98/Pid.Sus/2019/PN.Mdn
menunjukkan implementasi praktis dari prinsip-prinsip ini, di mana majelis hakim
menerapkan unsur-unsur pertanggungjawaban pidana dengan tepat,
mempertimbangkan kesengajaan terdakwa, kemampuan bertanggung jawab, dan
tidak adanya alasan penghapus pidana. Hal ini mencerminkan upaya sistem
peradilan pidana Indonesia dalam menegakkan hukum secara adil dan efektif
untuk mencegah penyebaran informasi SARA yang dapat mengancam
keharmonisan sosial dan persatuan bangsa.