Abstract:
Perkawinan dan perceraian mempunyai arti dan pemahaman yang berbeda namun
memiliki keterkaitan antar keduanya. Perkawinan adalah persekutuan hidup antara
seorang pria dan seorang wanita yang dikukuhkan secara formal dengan Undang-Undang,
yaitu yuridis dan kebanyakan juga religius menurut tujuan suami istri dan Undang-
Undang, dan dilakukan untuk selama hidupnya menurut lembaga perkawinan. Menurut
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 ayat 2 perkawinan
didefinisikan sebagai : “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Sedangkan menurut Kompilasi Hukum
Islam, seperti yang terdapat pada Pasal 2 dinyatakan bahwa perkawinan dalam hukum
Islam adalah, perkawinan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidhan untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.Sedangkan perceraian
adalah suatu istilah yang digunakan untuk menegaskan terjadinya suatu peristiwa hukum
berupa putusnya perkawinan antara suami dan istri, dengan alasan-alasan hukum, proses
hukum tertentu dan akibat-akibat hukum tertentu, yang harus dinyatakan secara tegas di
depan sidang pengadilan. Putusnya perkawinan antara suami dan istri berarti putusnya
hubungan hukum perkawinan antara suami dan istri, sehingga keduanya tidak lagi
berkedudukan sebagai suami istri dan tidak lagi menjalani kehidupan suami dan istri
dalam suatu rumah tangga.
Jenis dan pendekatan penelitian yang penulis gunakan dalam proses melakukan
penelitian ini ialah jenis penelitian yuridis empiris yang mana dalam hal penggunaan
metode penelitian ini metode penelitian dilakukan menggunakan bukti-bukti hukum
empiris. Bukti empiris inilah sebagai informasi yang diperoleh melalui observasi atau
eksperimen. Penulis juga memperoleh bukti empiris itu dengan cara merekam dan
menganalisis data yang falid serta wawancara kepada pemegang kebijakan dan kepada
masyarakat sebagai yang merasakan langsung,
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pegawai Negeri Sipil yang
menggugat cerai pasangannya harus mendapatkan izin dari atasannya, jika Pegawai
Negeri Sipil berada dalam posisi sebagai tergugat cerai, ia tetap harus memberitahukan
adanya gugatan perceraian itu. Faktor-faktor terjadinya perceraian PNS lebih disebabkan
oleh adanya permasalahan dalam rumah tangga sehingga terjadi kericuhan yang
dilatarbelakangi dari persoalan lama yang tidak terselesaikan. Akibat hukum pada
perceraian Pegawai Aparatur Sipil Negara yang tidak memiliki surat izin dari atasan,
antara lain: Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama dua belas bulan, dan
Pembebasan dari jabatan