Abstract:
Proses penegakkan hukum telah mengenal penyelesaian perkara tindak pidana
dengan mengedepankan restorative justice, yang menekankan pemulihan kembali pada
keadaan semula, agar terciptanya suatu keseimbangan perlindungan sehingga
kepentingan korban dan pelaku tindak pidana tidak hanya berorientasi pada pembalasan,
namun lebih mengarah kepada upaya penyelesaian perkara di luar pengadilan. namun
penerapan restorative justice masih menjadi suatu hal yang baru di tengah masyarakat
Indonesia, dan di dalam praktiknya masih banyak ditemukan hambatan oleh penegak
hukum untuk mengupayakan restorative justice Untuk mengetahui penerapan restorative
justice maka diperlukan penelitian mengenai pengaturan restorative justice terhadap
pelaku tindak pidana perusakan barang, dan upaya penegak hukum dalam menerapkan
restorative justice terhadap pelaku tindak pidana perusakan barang serta hambatan
restorative justice terhadap pelaku tindak pidana perusakan barang.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini terdiri dari
spesifikasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan analisis data. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum
yang mempergunakan sumber data sekunder yang penekanannya pada teoritis dan
analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui dalam menerapkan restorative justice
Kejaksaan Agung menerbitkan Peraturan Kejaksaan RI No. 15 tahun 2020 Tentang
Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Apabila terjadi tindak pidana,
dan upaya penegak hukum dalam menerapkan restorative justice terhadap pelaku tindak
pidana perusakan barang, maka Jaksa sebagai penegak hukum berhak melakukan
penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif Perja No. 15 Thn 2020, dan
hambatan restorative justice terhadap pelaku tindak pidana perusakan barang adalah
kendala internal ialah 1) kurangnya pemahaman Penuntut Umum tentang pelaksanaan
restorative justice; 2) Penuntut umum kesulitan menghadirkan para pihak dalam mediasi;
3) Belum memadainya sarana dan prasarana; 4) Batas waktu pelaksanaan restorative
justice kendala ekternal ialah: 1) korban tidak bersedia hadir dalam proses mediasi; 2)
korban tidak bersedia berdamai; 3) Permintaan ganti rugi yang tinggi dari korban; 4)
pelaku tindak pidana tidak mau bertanggungjawab; 5) pelaku belum melakukan ganti
kerugian. Maka perlunya ada pembaharuan di dalam pelaksanaan restorative justice agar
diberi batas waktu yang lebih Panjang, sehingga upaya pelaksanaan restorative justice
dapat diupayakan oleh para penagak hukum lebih maksimal.