Abstract:
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XII/2015 membahas
tentang orang dalam gangguan jiwa yang mendapatkan hak pilih dalam pemilu.
Metode penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan sifat penelitian
deskriptif yang menggunakan sumber data sekunder yaitu yang terdiri dari bahan
hukum primer, sekunder dan tersier serta pengumpulan data melalui studi
kepustakaan yang dituangkan dalam bentuk analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang dihasilkan, bahwa pengaturan hukum
hak pilih bagi penyandang disabilitas mental dalam pemilu diatur didalam pasal 4
ayat (2) huruf dan Pasal 4 ayat (3) Peraturan Komisi Pemilihan Umum nomor 11
Tahun 2018 Tentang Penyusunan Daftar Pemilih di dalam negeri dalam
penyelenggara pemilihan umum, kemudian diubah dengan PKPU 37 tahun 2018,
yang menghapuskan ketentuan pasal 4 ayat (2) huruf b dan pasal 4 ayat 3 dengan
tujuan mengikuti putusan MK. Mahkamah Konstitusi telah memberikan
penafsiran dalam amar putusannya bahwasannya orang dengan gangguan jiwa/
ingatan tidak selamanya dalam artian sewaktu waktu bisa sembuh atau
disembuhkan tidak seperti orang sakit jiwa (gila), yang jelas-jelas permanen.
Karena didalam UU yang disebut adalah gangguan jiwa maka MK membatalkan
UU tersebut dengan dasar UUD yang jelas jelas UU tersebut sangat bertentangan.
Hasil putusan ini membolehkan penyandang disabilitas mental tersebut
sesuai demi kemaslahatan umat, supaya hak pilih nya tidak hilang dengan syarat
yang tertentu: Pertama, berumur 17 tahun/ pernah kawin. Kedua, surat
rekomendasi dari dokter spesialis. Ketiga, Penderita dalam keadaan tenang atau
tidak sedang kambuh.