Abstract:
Kelaiklautan kapal merupakan syarat utama dalam keselamatan dan keamanan
kapal sebagaimana diatur dalam pasal 117 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17
tahun 2008 tentang Pelayaran. Persoalan yang kerap terjadi dalam masyarakat
adalah mengenai kewenangan pelaksanaan pengamanan dan penegakan hukum di
wilayah perairan laut yang selalu tidak berpedoman kepada peraturan perundang undangan. Hal ini mengakibatkan terjadi tumpang tindih kewenangan antara
sesama aparat penegak hukum diperairan sehingga tidak ada kepastian hukum yang
tercipta melalui pembenaran perilaku salah, Bahkan hal fatal yang terjadi adalah
justru kesalahan ditimpakan kepada nahkoda.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan
penelitian yuridis normatif, konsep dan studi kasus (case study design).) diambil
dari data sekunder dengan cara studi pustaka (library research),untuk menganalisis
data digunakan analisis kulitatitf bersifat deskriktip.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa ketentuan syarat-syarat pelayaran
di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran adalah memiliki Sertifikat Kebangsaan Kapal, Sertifikat Konstruksi
Keselamatan Kapal Barang, Sertifikat Keselamatan Perlengkapan Kapal Barang,
Sertifikat Radio Telekomunikasi, Sertifikat Nasional Pencegahan dan Pencemaran
di Kapal, Pengawakan Kapal Minimum (Safe Manning), Surat Manivestasi, Surat
PPKN, dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB). Adapun Surat Persetujuan Berlayar
diperoleh dari Syahbandar. Putusan Hakim pada Putusan Nomor
243/pid.Sus/2018/PN.Tjb Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana
penjara Selama 1 (satu) tahun 8 (delapan) bulan penjara dengan dikurangi selama
terdakwa berada dalam tahanan dan dengan perintah terdakwa tetap di tahan dan
menjatuhkan denda sebesar Rp. 10.000.000.00 (sepuluh juta rupiah) subsidair 4
(empat) bulan kurungan. Putusan ini tidak memenuhi unsur keadilan karena
ternyata dalam pembuktian ditemui fakta bahwa terdakwa bukanlah seorang
nahkoda melainkan Anak Buah Kapal. Putusan hakim tingkat banding pada
Putusan Nomor 1094/pid.Sus/2018/PT.Mdn) tidak dapat memenuhi rasa keadilan
bagi terdakwa khususnya dan terhadap masyarakat pada umumnya. Hakim telah
memutuskan perkara pidana ini tidak sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.