Abstract:
Tindak pidana pemalsuan merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang
telah diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Pemalsuan
sendiri akan mengakibatkan seseorang/pihak merasa dirugikan, hal inilah yang
membuat pemalsuan ini diatur dan termasuk suatu tindakan pidana. Kejahatan
pertanahan di dalam KUHP adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
peraturan perundang-undangan yang disertai sanksi pidana bagi yang
melakukannya. Pendapat para sarjana hukum membedakan kejahatan pertanahan
dari segi waktunya menjadi tiga bagian yaitu: 1) praprolehan; 2) menguasai tanpa
hak; 3) mengakui tanpa hak. Di Ditreskrimum Polda Sumut jumlah perkara tindak
pidana pemalsuan dalam kasus pertanahan dari Tahun 2013 s/d 2015 terus
mengalami peningkatan. Berdasarkan keadaan tersebut penelitian ini
dimaksudkan untuk menjawab permasalahan terhadap pengaturan tentang hukum
pertanahan terkait tindak pidana pemalsuan surat (akta otentik) pertanahan, proses
pembuktian tindak pidana pemalsuan surat (akta otentik) pada perkara pertanahan
di Ditreskrimum Polda Sumut dan hambatan yang dihadapi Ditreskrimum Polda
Sumut dalam proses pembuktian tindak pidana pemalsuan surat (akta otentik)
padaperkarapertanahan, sertaupaya yang dilakukan.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang
didukung oleh yuridis empiris. Pengumpulan data yang dilakukan dalam
penelitian ini menggabungkan dua metode yaitu studi pustaka yang meliputi
buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal, makalah serta literatur yang
menunjang dan penelitian lapangan dengan menggunakan pedoman wawancara. Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Dengan
analisis kualitatif dan metode penelitian kualitatif yang bersifat interaktif yang
akan menghasilkan data berupa pernyataan-pernyataan atau data deskriptif
mengenai subjek yangditeliti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan pidana terkait pengaturan
tentang hukum pertanahan diatur dalam Pasal 52 UUPA Nomor 5 Tahun 1960
yang peraturan pelaksanaannya dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor
10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dimana kebijakan kriminalisasi
khususnya tindak pidana pemalsuan tindak diatur dalam undang-undang tersebut
sehingga pihak Polri dapat melakukan penyidikan dengan KUHP atau pidana
umum, sehingga perlu dilakukan revisi terhadap UUPA Nomor 5 Tahun 1960
tersebut terutama terkait sanksi pidana. Bahwa proses pembuktian tindak pidana
pemalsuan surat (akta otentik) pada perkara pertanahan di Ditreskrimum Polda
Sumut sudah sesuai dengan SOP penyidikan yang dimiliki Polri dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku hanya saja dalam proses pembuktian
tersebut penyidk masih mengalami hambatan-hambatan seperti pihak-pihak
terkait yang tidak kooperatif dan ditemukannya kutipan asli dari surat yang
dilaporkan palsu, karenahal tersebut mutlak dalamprosespenyidikan.