dc.description.abstract |
Sebagian besar masyarakat masih kurang dalam memahami adanya tindak
pidana yang dilakukan oleh korporasi. Disamping tidak diaturnya tindak pidana
korporasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), namun sudah
diatur dalam hukum pidana diluar KUHP. Proses moderenisasi dan pembangunan
ekonomi, menunjukan bahwa korporasi berperan penting dalam kehidupan
masyarakat, namun disisi lain tidak jarang korporasi mencapai tujuannya
melakukan aktivitas yang menyimpang atau bertentangan dengan hukum pidana
salah satunya tindak pidana suap. Oleh karena itu, korporasi sebagai subjek
hukum tindak pidana sudah diakui kedudukannya. Tujuan dan alasan korporasi
melakukan suap adalah untuk mendapatkan keuntungan dan bertahan dari
persaingan, maka dari itu dilakukanlah pemerasan oleh aparat, pejabat atau badan
tertentu. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui dapat tidaknya
korporasi dimintai pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana suap.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan
pendekatan yuridis normatif yang menggunakan data sekunder dengan mengolah
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa korporasi dapat dimintai
pertanggungjawaban pidana menggunakan teori pertanggungjawaban mutlak
(Strict liability), teori pertanggungjawaban pengganti (Vicarious liability), teori
identifikasi,
teori agregasi. Sejatinya korporasi dapat dimintakan
pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana suap, sepanjang korporasi itu
memenuhi syarat dan delik untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya secara
pidana. Penerapan hukum pidana korupsi dalam bidang suap pada putusan nomor
81/Pid.Sus/Tipikor/2018/PN.Jkt.Pst telah sesuai dengan kententuan UU No. 20
Tahun 2001 jo UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dengan bantuan dari PERMA 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. |
en_US |