dc.description.abstract |
Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan sesamanya untuk
berbagi rasa,bertukar pikiran dan kehendak, baik secara langsung maupun tidak langsung, verbal
maupun nonverbal. Hal ini secara alami tertanam dalam diri setiap individu, dan secara alami pula
dilakukan sejak lahir. Dalam komunikasi sebenarnya telah terjadi secara tidak langsung
kesepaatan-kesepakatan dan terciptalah perjanjian lisan. Akibat perkembangan teknologi banyak
model-model sistem komunikasi yang baru yang menghasilkan sebuah perjanjian baru dan
peristwa hukum baru. Terkadang dalam praktiknya perjanjian-perjanjian tersebut mengalami
berbagai perselisihan karena dilakukan secara lisan dan melalui media elektronik, yakni belum
berjumpa kedua pihak yang bersangkutan. Untuk itu dalam penelitian ini akan dibahas apa
sebenarnya kedudukan dari perjanjian lisan secara elektronik tersebut dan bagaimana kekuatan
hukumnya serta upaya hukum apa yang dilakukan bila terjadi cidera janji.
Metode penelitian hukum yang digunakan adalah normatif-deskriptif, yaitu dengan
meneliti bahan pustaka yang telah ada dan disusun serta disajikan secara deskriptif yakni
menjelaskan gambaran lengkap dan mendeskripsikan serta memvalidasinya dari permasalahaan
yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian, ternyata perjanjian secara lisan ini disebut juga sebagai
perjanjian innominat atau perjanjian tidak bernama yang pengaturannya tidak diatur di KUH
Perdata maupun KUHD. Perjanjian lisan di arisan online adalah sah dan mengikat bagi
pembuatnya dengan berlandaskan asas kebebasan berkontrak. Perjanjian lisan di arisan online ini
tetap memiliki kekuatan hukum dengan melampirkan alat-alat bukti yang sah sesuai dengan
Undang Undang ITE. Upaya hukum yang dilakukan bila salah satu pihak Wanprestasi ialah
dengan melakukan ganti rugi, pembatalan perjanjian dan upaya hukum lain yang telah disepakati
di awal perjanjian. |
en_US |