Abstract:
Ketentuan mengenai perjanjian kredit dengan memambahkan pembebanan
rumah apung sabagai objek agunan diatur di dalam KUHPerdata, Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 42 tahun
1999 Tentang Jaminan Fidusia. Perjanjian kredit yang dilakukan oleh lembaga
keuangan bank mewajibkan untuk diadakannya jaminan sebagai syarat pencairan
kredit dan meminimalkan adanya resiko kredit. Rumah apung yang merupakan
rumah dengan konstruksi yang tidak melekat dengan tanah melainkan berpondasi
dengan sistem pengapungan dan dapat berpindah pindah yang biasanya di
sebabkan oleh factor cuaca dan sumber daya ikan di daerah tersebut secara yuridis
dapat dijadikan sebagai jaminan yang dapat diklasifikasikan sebagai benda
bergerak, yang selanjutnya akan diikat dengan lembaga jaminan fidusia dalam
rangka meminimalkan resiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasan utang
piutang dengan pihak bank.
Penelitian ini bertujuan agar mengetahui pengaturan hukum mengenai
konstruksi rumah apung, lembaga jaminan apa yang bisa dipergunakan untuk
mengikat rumah apung sebagai jaminan kredit, serta mengetahui prosedur
pengajuan rumah apung yang dijadikan sebagai jaminan kredit. Penelitian ini
menggunakan pendekatan penelitian normatif yang bersifat deksriptif. Dengan
menggunakan data sekunder dari bahan bukum primer, sekunder dan tersier.
Penelitian ini hasilnya adalah pengaturan mengenai konstruksi rumah
apung hingga saat ini tidak ada yang mengatur secara eksplisit karena tidak
adanya undang-undang yang mengatur tentang rumah apung. Rumah apung secara
yuridis dapat dijadikan objek agunan dalam perjanjian kredit. Rumah apung dalam
hal ini haruslah diklasifikasikan terlebih dahulu kedalam jenis klasifikasi benda
yang merupakan objek jaminan utang yang lazim digunakan dalam jaminan kredit
perbankan yaitu benda bergerak, benda tidak bergerak dan jaminan perseorangan,
yang selanjutnya akan diikat dengan suatu lembaga jaminan sebagai pemenuhan
diberikannya fasilitas kredit perbankan.