dc.description.abstract |
Negara sebagai subjek hukum internasional memiliki kemampuan untuk
melakukan hubungan dalam berbagai kehidupan masyarakat internasional.
Hubungan internasional sangat diperlukan oleh suatu negara dalam rangka
berinteraksi dengan negara-negara lain. Dalam hal ini, Negara-negara menjalin
dan mengembangkan hubungan dengan negara lain diwujudkan dengan
pertukaran misi diplomatik yang didasarkan atas prinsip persamaan hak serta
perdamaian antar negara seperti yang telah dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (2)
Piagam PBB dan juga dalam pembukaan Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan
Diplomatik. Namun, dalam penerapannya masih banyak ditemukan bentuk-bentuk
pelanggaran yang dapat merugikan negara lain. Permasalahan dalam penelitian ini
meliputi: pertama, bagaimanakah pertanggungjawaban negara atas pelanggaran
hak kekebalan diplomatik menurut Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan
Diplomatik.
Kedua, bagaimanakah akibat hukum pertangungjawaban atas pelanggaran
hak kekebalan diplomatik menurut Konvensi Wina 1961 . Ketiga, bagaimanakah
penyelesaian kasus penyadapan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Myanmar
tahun 2004 menurut Konvensi Wina 1961. Penelitian ini menggunakan metode
yuridis normatif yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana
pertanggungjawaban negara terhadap pelanggaran hak kekebalan perwakilan
diplomatik berdasarkan Konvensi Wina 1961 tentang hubungan diplomatik.
Penelitian ini berdasarkan bahan hukum primer, sekunder, tersier. Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: pertama.
Pelanggaran terhadap perwakilan diplomatik merupakan pelanggaran
terhadap hukum internasional dan negara penerima wajib melakukan
pertanggungjawaban baik berupa ganti rugi atau permintaan maaf. Kedua, kasus
penyadapan KBRI di Myanmar merupakan pelanggaran terhadap Konvensi Wina
1961 sesuai dengan pasal 22 ayat (1) bahwa perwakilan diplomatik asing di suatu
negara termasuk gedung perwakilan tidak dapat diganggu gugat. Ketiga, terhadap
kasus penyadapan KBRI di Myanmar, maka Myanmar sebagai negara penerima
wajib memberikan pertanggungjawaban terhadap penyadapan KBRI dengan cara
membayar ganti rugi, atau dengan mengajukan permintaan maaf secara resmi
kepada Pemerintah RI melalui KBRI di Myanmar dan berjanji tindakan tersebut
tidak akan terulang lagi. |
en_US |