Abstract:
Pembatasan usia perkawinan dalam Undang-undang Perlindungan anak
bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi anak dan mewujudkan
perkembangan yang lebih baik terhadap anak, sehingga dapat menjamin masa
depan dan kesejahteraan ke depannya. Akan tetapi, ketentuan pembatasan anak
dalam Undang-undang Perlindungan Anak kurang efektip berlaku ditengah
masyarakat Indonesia, sebab Undang-undang Perkawinan masih memberikan
kelonggaran (dispensasi) bagi anak yang masih di bawah umur untuk
melangsungkan perkawinan. Selain itu, Indonesia juga mengakui eksistensi
daripada hukum adat dan juga hukum agama sebagai hukum positif. Ketentuan
pidana terkait dengan pernikahan dini, dalam undang-undang perlindungan anak
sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang ada di masyakat. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui akibat hukum yang ditimbulkan terhadap
perkawinan di bawah umur, menganalisis penetapan Pengadilan Negeri
Magelang terhadap dispensasi perkawinan anak di bawah umur, dan perspektif
keadilan terhadap pernikahan anak di bawah umur.
Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan teknik pengumpulan data studi
kepustakan dengan pendekatan kasus penetapan Pengadilan Negeri Nomor:
168/Pdt.P/2012/PN.Mgl.
Berdasarkan hasil penelitian, akibat hukum terhadap perkawinan di
bawah umur bagi orang tua, apabila mengawinkan anaknya yang masih di
bawah umur dan tidak memperoleh izin (dispensasi) nikah yakni tidak
tercatatnya perkawinan tersebut pada Kantor Catatan Sipil ataupun Kantor
Urusan Agama. Sementara itu, bagi orang tua yang menikahkan anaknya yang
masih di bawah umur dapat pula diancam pidana sebagai mana diatur dalam
Undang-undang perlindungan anak. Penetapan Pengadilan Negeri Magelang
terhadap dispensasi perkawinan anak di bawah umur Nomor: 168/Pdt.P/2012
/PN.Mgl, di dasari pada pertimbangan yuridis, sosiologis dan filosofis.
Pertimbangan yuridis adalah adanya ketentuan yang mengatur tentang
dispensasi, Pertimbangan sosiologis yakni keadaan dimana calon mempelai
wanita telah mengandung selama 16 Minggu. Sementara pertimbangan
filosofisnya, bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan
ketentraman di tengah masyarakat. Pernikahan anak di bawah umur dalam
persfektip keadilan, dalam hal ini sungguh sangat relatif. Sekelompok
masyarakat merasakan adil dan sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang
hidup di masyarakat, seperti hukum adat dan agama. Sedangkan bagi
sekelompok orang lainnya menganggap bahwa pernikahan di bawah umur
merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap hak-hak anak yang wajib
dilindungi baik oleh orang tua, masyarakat dan juga pemerintah.