Abstract:
Kenaikan harga daging sapi juga terjadi di kota Medan, sehingga terdapat
pula indikasi kartel dalam perdagangan daging sapi di kota Medan. Sehingga
adanya persoalan baru di bidang persaingan usaha karena sebuah tindakan dapat
dianggap mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat setelah ditemukan adanya
dampak negatif yang dalam hal ini berupa kegiatan konsumen artinya tidak ada
upaya perlindungan pencegahan (preventif) terhadap tindakan pelaku usaha yang
sejak awal telah dimungkinkan akan memunculkan kemungkinan kerugian bagi
konsumen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan hukum dan
mekanisme impor daging sapi di kota Medan, dan mengetahui sanksi bagi pelaku
usaha yang terbukti melakukan berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta
mengetahui upaya mencegah praktik kartel impor daging oleh Dinas Perindustrian
dan Perdagangan kota Medan.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengarah kepada penelitian
yuridis empiris, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersumber
dari data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan metode wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian, Ketentuan impor daging sapi dilakukan
perubahan sistem dari sistem country based menjadi sistem zona based.
Perubahan sistem Impor daging berdasarkan juga terjadinya pada volume impor,
dimana sebelumnya berdasarkan kuota yang ditetapkan oleh pemerintah kemudian
berubah menjadi sistem bebas. Sedangkan untuk perusahaan–perusahaan yang
diberi wewenang untuk melakukan impor, dibatasi pada perusahaan API, BUMN
dan BUMD. Sanksi bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan tindakan kartel
terdiri dari sanksi administrative dan denda sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Upaya pencegahan praktik kartel
oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan belum dapat berjalan maksimal. Oleh
karena, pencegahan praktik kartel merupakan kewenangan dari otoritas
persaingan usaha yang dalam hal ini menjadi kewenangan dari KPPU. Kurangnya
koordinasi antar Dinas Perindustrian dan Perdagangan dengan KPPU menjadi
salah satu hambatan dalam pencegahan praktik kartel. Selain itu, sulitnya
pembuktian kartel juga menjadi hambatan tersendiri bagi Dinas Perindustrian dan
Perdagangan dalam mencegah praktik kartel.