dc.description.abstract |
Berita bohong (hoaks) yang marak terjadi dalam beberapa tahun terakhir di
Indonesia telah menimbulkan kegaduhan dan perpecahan sesama anak bangsa.
Banyak kasus dengan banyak pula pelaku penyebar berita bohong yang telah
dihukum akibat perbuatannya tersebut. Dengan dilatarbelakangi maraknya berita
bohong tersebut, maka banyak pihak yang mengusulkan agar pelaku tindak pidana
penyebaran berita bohong dikenakan pidana terorisme. Hal ini didasarkan atas
keresahan yang muncul sebagai akibat berita bohong itu.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yang bersifat deskriptif
analisis, dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan
konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach),
sedangkan sumber data yang dipakai adalah sumber data sekunder, teknik
pengumpulan data melalui studi kepustakaan, serta dianalisis dengan analisis
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa bentuk penyebaran berita
bohong (hoax) dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme adalah berita
bohong yang mengancam keselamatan bangsa dan negara, menimbulkan
perpecahan, membuat gaduh di masyarakat. Meskipun tidak termasuk dalam
undang-undang terorisme, namun efek yang didapat mungkin sama dengan yang
dilakukan oleh para terorisme dalam tindak pidana terorisme, meskipun tidak
mengancam nyawa banyak orang. Bahwa sanksi pidana bagi pelaku penyebaran
berita bohong (hoaks) ditinjau dari aspek tindak pidana terorisme adalah dapat
disamakan dengan pemidanaan permufakatan jahat, percobaan, dan pembantuan
untuk melakukan tindak pidana terorisme. Bahwa pertanggungjawaban pidana
pelaku penyebaran berita bohong (hoax) ditinjau dari aspek tindak pidana
terorisme terdapat dalam Pasal 28 Ayat (2) yang berisi larangan tentang
menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau menyebarkan
informasi palsu yang didalamnya mengandung isu SARA. |
en_US |