Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/29977Full metadata record
| DC Field | Value | Language |
|---|---|---|
| dc.contributor.author | ADISTY, SYALAISYA A. RAMADHINA | - |
| dc.date.accessioned | 2025-11-10T01:53:59Z | - |
| dc.date.available | 2025-11-10T01:53:59Z | - |
| dc.date.issued | 2025-06-23 | - |
| dc.identifier.uri | http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/29977 | - |
| dc.description.abstract | Perceraian merupakan peristiwa hukum yang membawa konsekuensi terhadap hak dan kewajiban kedua belah pihak, khususnya dalam pemenuhan hak anak. Kewajiban pemberian nafkah tetap melekat pada ayah meskipun terjadi perceraian. Namun dalam praktiknya, belum terdapat ketentuan hukum secara eksplisit yang mengatur mengenai kenaikan nafkah anak. SEMA Nomor 3 Tahun 2015 hanya bersifat sebagai pedoman, yang membahas kenaikan nafkah sebesar 10%–20% per tahun di luar biaya pendidikan dan kesehatan. Penelitian ini bertujuan mengkaji dasar hukum kenaikan nafkah pasca perceraian, menganalisis implementasi SEMA, serta upaya hukum atas ketidakpatuhan mantan suami terhadap kewajiban tersebut. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Data diperoleh melalui studi kepustakaan dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan mengolah bahan-bahan hukum untuk menghasilkan argumentasi hukum yang logis dan sistematis. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan hukum yang mengatur kenaikan nafkah anak setiap tahun setelah perceraian belum diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan, melainkan hanya tercantum dalam SEMA Nomor 3 Tahun 2015 yang bersifat sebagai pedoman bagi para hakim. SEMA tersebut mengatur bahwa kenaikan nafkah sebaiknya ditetapkan sebesar 10% hingga 20% per tahun di luar biaya pendidikan dan kesehatan. Namun, implementasinya di pengadilan masih belum konsisten karena bergantung pada pertimbangan subjektif hakim. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pihak yang berkepentingan, terutama anak sebagai pihak yang paling terdampak. Ketidakpatuhan mantan suami terhadap kewajiban ini juga menjadi permasalahan serius. Upaya hukum yang dapat dilakukan apabila ayah tidak melaksanakan kenaikan nafkah adalah mengajukan eksekusi putusan pengadilan, permohonan perubahan amar putusan, atau gugatan baru mengenai penyesuaian nafkah. Oleh karena itu, diperlukan regulasi hukum yang lebih tegas dan mengikat demi perlindungan hak-hak anak secara menyeluruh. | en_US |
| dc.publisher | UMSU | en_US |
| dc.subject | Kenaikan | en_US |
| dc.subject | Nafkah | en_US |
| dc.subject | Perceraian | en_US |
| dc.subject | SEMA Nomor 3 Tahun 2015 | en_US |
| dc.title | TINJAUAN YURIDIS KENAIKAN NAFKAH BAGI ANAK SETIAP TAHUN SETELAH TERJADINYA PERCERAIAN BERDASARKAN SEMA NOMOR 3 TAHUN 2015 | en_US |
| dc.type | Thesis | en_US |
| Appears in Collections: | Legal Studies | |
Files in This Item:
| File | Description | Size | Format | |
|---|---|---|---|---|
| SKRIPSI_ADISTY SYALAISYA A. RAMADHINA_2106200365.pdf | Full Text | 1.47 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.