Please use this identifier to cite or link to this item:
http://localhost:8080/handle/123456789/27889
Title: | PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT NON ISLAM TERKAIT PENCATATAN PERKAWINAN BEDA AGAMA PASCA KELUAR SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2023 |
Authors: | WARDANU, M. ADRIL |
Keywords: | Perlindungan Hukum;Pencatatan Perkawinan |
Issue Date: | 23-Apr-2025 |
Publisher: | umsu |
Abstract: | SEMA Nomor 2 Tahun 2023 ini didasarkan pada UU Perkawinan yang memuat norma yang mengatur pengingkaran total terhadap keabsahan perkawinan bagi semua agama dan kepercayaan. Kriteria ini tidak hanya diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan, tetapi juga dalam Pasal 8 huruf f UU Perkawinan. Penelitian ini untuk mengetahui pencatatan perkawinan beda agama bagi masyarakat non-Islam perspektif hukum positif di Indonesia, bagaimana kedudukan surat edaran mahkamah agung dalam sistem hukum positif di Indonesia dikaitkan aspek hukum pencatatan perkawinan, serta bagaimana problematika yuridis perlindungan hukum bagi masyarakat non-Islam yang kawin beda agama pasca keluarnya SEMA Nomor 2 Tahun 2023. Metode penetian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan data sekunder yang diperoleh secara studi kepustakaan (library research). Kemudian, data diolah dengan menggunakan analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pencatatan perkawinan beda agama bagi masyarakat non-Islam perspektif hukum positif di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur secara eksplisit perkawinan beda agama, sehingga pernikahan beda agama belum bisa diresmikan di Indonesia. Namun Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 68/PUU-XII/2014 telah menyatakan bahwa perkawinan beda agama adalah konstitusional. Putusan MK Nomor 68/PUU-XII/2014 menjadi dasar hukum yang kuat untuk melindungi hak masyarakat non-Islam dalam melangsungkan perkawinan beda agama. Kedudukan surat edaran mahkamah agung dalam sistem hukum positif di Indonesia dikaitkan aspek hukum pencatatan perkawinan secara yuridis diakui keberadaannya dan memiliki kekuatan hukum mengikat didasarkan pada Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011 dan Pasal 79 UU MA. Namun, keterikatan aturan ini secara tidak langsung kepada masyarakat, melainkan melalui internal pengadilan. Problematika yuridis perlindungan hukum bagi masyarakat non-Islam yang kawin beda agama pasca keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2023 menimbulkan respon pro dan kontra bagi masyarakat Indonesia. Pihak pro menganggap bahwa SEMA tersebut sudah benar dan patut diapresiasi karena telah selaras dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XX/2022 dan juga Kompilasi Hukum Islam (KHI). Sebaliknya, pihak kontra justru tidak menyetujui SEMA tersebut karena bertentangan dengan Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan prinsip HAM. |
URI: | http://localhost:8080/handle/123456789/27889 |
Appears in Collections: | Legal Studies |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
SKRIPSI M. ADRIL WARDANU.pdf | 1.81 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.