Please use this identifier to cite or link to this item: http://localhost:8080/handle/123456789/27859
Title: DISKRESI KEPOLISIAN ATAS TINDAKAN TEMBAK DI TEMPAT DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN (Studi di Kepolisisan Daerah Sumatera Utara)
Authors: YUDHA, AFRIADI
Keywords: Diskresi Kepolisian;Tindakan Tembak di Tempat;Penanggulangan Kejahatan
Issue Date: 12-Mar-2025
Publisher: UMSU
Abstract: Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum normatif. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut-paut dengan judul penelitian. Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik. Sumber data yang digunakan primer dan sekunder. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian dapat dilakukan melalui studi kepustakaan.Pengaturan penggunaan senjata api di Indonesia diatur secara ketat melalui UU Nomor 2 Tahun 2002 dan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009.. Pada penggunaan senjata api oleh kepolisian, pengaturan sangat penting untuk memastikan bahwa tindakan tersebut dilakukan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku, menjaga proporsionalitas, dan menghindari penyalahgunaan wewenang. Pengaturan juga berfungsi untuk membatasi kebebasan diskresi agar tetap dalam koridor hukum dan perlindungan hak asasi manusia (HAM). Peraturan ini menekankan pentingnya sinkronisasi dengan prinsip-prinsip HAM internasional untuk memastikan bahwa semua tindakan penegakan hukum tetap mematuhi standar hukum dan etika yang melindungi hak asasi manusia. Penerapan diskresi atas tindakan tembak di tempat dilakukan dengan dasar hukum yang jelas dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 dan Nomor 8 Tahun 2009 serta KUHAP (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981) Pasal 5 dan Pasal 7 KUHAP.. Diskresi ini memerlukan sinkronisasi dengan norma HAM untuk menjaga keseimbangan antara keamanan publik dan perlindungan hak individu, memastikan bahwa keputusan tetap etis dan berlandaskan hukum. Hambatan dalam penerapan diskresi meliputi ketidakjelasan peraturan dan kurangnya pelatihan bagi petugas seperti Perkap Nomor 1 dan Nomor 8 Tahun 2009 yang mengatur penggunaan kekuatan dan senjata api oleh kepolisian, masih ada ambiguitas dalam penerapannya di lapangan. Polisi harus melakukan penilaian situasional di tempat kejadian, dan ini kadang-kadang menimbulkan kesulitan dalam menilai apakah ancaman sudah cukup besar untuk justifikasi penggunaan senjata api. Hal ini dapat memicu kekhawatiran terhadap penyalahgunaan diskresi dan potensi pelanggaran hak asasi manusia sehingga pendekatan ini penting untuk memastikan bahwa tindakan di lapangan tidak melanggar hak asasi manusia dan tetap mempertahankan kepercayaan masyarakat.
URI: http://localhost:8080/handle/123456789/27859
Appears in Collections:Legal Studies

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
SKRIPSI_YUDHA AFRIADI (2006200251).pdfFull Text1.55 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.